Gaya Hidup

Kisah Perempuan-Perempuan yang Mengubah Kutukan Menjadi Berkah di Gajah Mati

Ibu-ibu Desa Gajah mati dengan toga (tanaman obat keluarga). (FOTO: Humas Medco)
Ibu-ibu Desa Gajah mati dengan toga (tanaman obat keluarga). (FOTO: Humas Medco)

Prolog:

Ada sebuah paradoks yang menggelitik, sekaligus mengusik, dalam jantung peradaban modern. Joseph E. Stiglitz, sang peraih Nobel Ekonomi tahun 2001, menyebutnya dengan nama yang dramatis “The Resource Curse” atau “Kutukan Sumber Daya Alam”. Dalam buku berjudul “Covering Oil”, yang menjadi “kitab suci” bagi jurnalis yang meliput energi dan pembangunan, profesor dari Columbia University ini memaparkan teka-teki yang memilukan. Menurutnya, rata-rata, negara-negara yang dikaruniai kekayaan alam melimpah—minyak, gas, emas, berlian—justru memiliki performa ekonomi yang lebih buruk, tingkat kemiskinan yang lebih tinggi, dan institusi yang lebih lemah dibandingkan dengan negara-negara yang miskin sumber daya.

Anugerah sumber daya alam yang seharusnya menjadi tiket menuju kemakmuran, justru berubah menjadi kutukan yang membelenggu. Contohnya Venezuela, negara ini adalah contoh paling tragis dari paradoks ini. Negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia itu, seperti dikutip Stiglitz dari San Francisco Chronicle tahun 2000, menggambarkan “ekonomi minyak bukan memakmurkan, malah memiskinkan”. Negara di benua latin tersebut menghadapi kenyataan pahit: hiperinflasi, antrian untuk sesuap makanan, dan eksodus massal warganya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Namun, kutukan bukanlah takdir yang mutlak. Stiglitz juga memberikan secercah pengecualian. Tiga puluh tahun silam, Indonesia dan Nigeria berdiri di garis start yang hampir sama; sama-sama bergantung pada minyak bumi. Namun, pada awal milenium baru, Indonesia telah melesat, dengan pendapatan per kapita sekitar empat kali lipat Nigeria. Apa yang membedakan mereka? Bukan pada ada atau tidaknya minyak, tetapi pada bagaimana kekayaan itu dikelola, didistribusikan, dan diubah menjadi modal untuk membangun manusia dan masyarakat.

***

KINGDOMSRIWIJAYA-REPUBLIKA NETWORK -- Di salah satu sudut Sumatera Selatan (Sumsel), tepatnya di Desa Gajah Mati, Kecamatan Babat Supat, Musi Banyuasin, sebuah usaha kecil nan dahsyat sedang berlangsung. Di atas hamparan bumi yang menyimpan “cairan emas hitam”, narasi kutukan itu sedang ditantang, ditulis ulang kata demi kata, oleh tangan-tangan yang biasanya memetik daun, meracik rimpang, dan membuka lembaran baru kehidupan. Ini adalah cerita tentang bagaimana Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) sebuah perusahaan migas, PT Medco E&P Indonesia, tidak sekadar menyalurkan dana, tetapi mengobarkan semangat.

Berita Terkait

Image

Muba Bangunan Jalan Beton Hubungkan Empat Desa Rp60 Milyar

Image

Pj Bupati Muba Berperahu Beri Bantuan Korban Banjir di Sanga Desa

Image

Kabupaten Muba Jadi Obyek Penelitian Universitas Toyo

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA