Cari Tahu Perihal Pohon Hayat pada Logo Baru IKN (Bagian 2 - Habis)

Budaya  
Presiden Joko Widodo bersama lima pemenang foto logo IKN.

KAKI BUKIT – Di Indonesia serta berbagai belahan dunia, pohon kehidupan telah menjadi mitos secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut Puji Santosa dan Djamari dalam “Kajian Historis Komparatif Cerita ‘Batang Garing,’” (2015), pohon dipercaya tersebar dari pedalaman Kalimantan hingga ke candi Prambanan, Jawa Tengah. Merupakan sebuah kekayaan budaya rupa masa lalu yang luar biasa.

Pohon Hayat atau Pohon Kehidupan, adalah nama yang diberikan masyarakat pendukungnya. Niscaya hal itu semua mempunyai relasi dengan budaya rupa masyarakat kontemporer.

Puji Santosa dan Djamari menegaskan, di Nusantara, mitos pohon hayat telah menjadi konsepsi bersama yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Tidaklah mengherankan jika kemudian mitos pohon hayat banyak ditemukan dalam mitologi beberapa suku di Indonesia, walaupun dengan penamaan yang berbeda-beda, seperti Pohon Hayat, Pohon Kehidupan, Kalpawreksa dan Kalpataru.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Masyarakat Nusantara lama memandang pohon secara anatomis dianggap sebagai personifikasi manusia yang memiliki rambut, tangan, kaki, hidung, telinga, mata, dan bernapas. Oleh karena itu, pohon dianggap sebagai saudara tua yang lebih dahulu ada sebelum manusia muncul di permukaan bumi.

Bahkan menurut A Sunaryo dalam “Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur” (2010), “Masyarakat terdahulu meyakini bahwa beberapa pohon terdapat kekuatan ghaib yang dapat dijadikan sumber hidup dan mengabulkan permohonan manusia.”

Pohon dengan segala mitosnya kemudian diperlambangkan sebagai pohon hayat yang diukirkan pada wayang Jawa (Kayon, Gunungan) yang kemudian berkembang pada masyarakat Jawa Islam sejak zaman kerajaan Demak.

“Pohon hayat yang terdapat dalam pewayangan pada masyarakat Jawa Islam sering dipertalikan dengan para wali atau sunan karena pada masa itu wayang digunakan sebagai media dakwah. Ukiran pohon hayat dalam pewayangan dikenal sebagai gunungan karena bentuknya menyerupai gunung atau disebut Kayon, hutan yang penuh dengan pepohonan,” tulis Puji Santosa dan Djamari.

Di Nusantara khususnya di Pulau Jawa, pohon hayat atau tree of life dijumpai pada relief bangunan-bangunan suci. “Pohon hayat menjadi istilah yang digunakan untuk merujuk pada motif (berupa pohon) dalam karya seni trimatra yang merupakan simbol harapan dan keinginan manusia dalam mitologi Hindu-Buddha,” tulis IKAP Yoga & BT Yuwono dalam, “Penciptaan bilah keris Dhapur Bethok Wulung bermotif Kalpataru Tinatah Emas,” (2019).

Menurut I Made Jana dan I Nyoman Dana dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, “Pohon hayat atau pohon kehidupan merupakan lambang dari alam semesta atau buana agung yang mengandung unsur: udara, air, angin, api dan tanah. Lambang dari buana agung memberi penghidupan dan kehidupan kapada manusia atau kepada makhluk hidup lainnya, seperti binatang, baik yang hidup di air, darat, udara.”

Pohon Hayat sudah dikenal sejak lama sebelum Republik Indonesia. Pohon hayat sudah dikenal pada komunitas masyarakat Nusantara ini dibuktikan pada ornamen relief pada candi atau bangunan suci. Sepertinya pas dan sesuai “Pohon Hayat” menjadi logo IKN. (maspril aries)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image