Terbanglah Tinggi Javan Hawk-Eagle
KAKI BUKIT, Sukabumi – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) melepasliarkan satu ekor elang jawa (Nisaetus bartelsi) dengan jenis kelamin jantan di Blok Cisalimar, Kawasan TN Gunung Halimun Salak, Sukabumi pada 24 Januari 2022.
Sebelumnya pada 1 Juini 2021 bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila di tempat yang sama Menteri LHK Siti Nurbaya melepas liar satwa elang jawa. Menurutnya, satwa elang jawa yang dijadikan representasi Burung Garuda Pancasila dilepasliarkan sebagai perlambang lahirnya Pancasila yang menjaga Bangsa Indonesia dari perpecahan.
Baca juga : https://www.republika.co.id/berita/qu15fb314/siti-nurbaya-lepasliarkan-elang-jawa-di-hari-lahir-pancasila
Pelepasliaran kali ini menurut Kepala Balai TN Gunung Halimun Salak Ahmad Munawir untuk pertama kalinya elang jawa yang dilepasliarkan dipasangi Platform Transfer Terminal (PTTs) dengan jenis PinPoint Solar GPS-Argos dengan berat 21 gram.
Menurutnya terhadap elang jawa tersebut terus dilakukan pemantauan tingkat keberhasilan pasca pelepasliaran, lokasi dan luas wilayah jelajah, ketinggian terbang serta lainnya melalu PinPoint Solar GPS-Argos yang terpasang di burung tersebut.
“Pemantauan dilakukan bersama dengan mahasiswi Indonesia Cici Nurfatimah yang sedang melakukan studi Program Doktor di Kyoto University serta Syartinilia dan Yeni Aryati Mulyani perwakilan dari IPB University,” klata Ahmad Munawir.
Menurut Ahmad Munawir, elang jawa muda yang diberi nama “Iskandar” yang dilepasliarkan berusia sekitar 1 tahun 5 bulan yang diserahkan masyarakat Lido-Bogor pada 9 Januari 2022. Iskandar dilepasliarkan setelah melewati masa rehabilitasi yang relatif sangat singkat yaitu hanya selama 15 hari di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa (PSSEJ) Loji-Bogor yang dikelola oleh Balai TN Gunung Halimun Salak, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kata Ahmad Munawir.
Sebelum pelepasan tersebut Balai TNGHS telah melakukan beberapa prosedur, diantaranya memastikan kesehatan satwa, memastikan bahwa perilaku satwa menunjukkan kesiapan untuk pelepasliaran, dan lokasi pelepasliaran adalah kawasan yang telah sesuai untuk pelepasliaran sebagaimana hasil kajian habitat (habitat assesment) menggunakan tool Maxent tahun 2020 dan didetailkan oleh tim PSSEJ pada tanggal 18-19 Januari 2022.
Lokasi area Blok Cisalimar dinilai yang paling cocok berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya: kondisi habitat, keberadaan elang jawa, aksesibilitas dan potensi keberadaan pakan.
Elang Jawa mirip dengan Garuda, lambang negara Indonesia dan telah ditetapkan sebagai Satwa Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1993. Elang Jawa termasuk jenis Burung pemangsa (raptor) merupakan top predator di alam yang peranannya sangat penting sebagai pengatur rantai makanan sehingga keseimbangan ekosistem dapat terjaga.
Kawasan TNGHS yang merupakan hutan hujan tropis pegunungan terluas yang masih tersisa di Pulau Jawa diyakini sebagai habitat terbaik dari raptor ini. Terdapat 17 jenis raptor yang teridentifikasi di kawasan TNGHS termasuk diantaranya elang jawa yang dilepasliarkan.
Elang jawa termasuk salah satu dari 25 satwa prioritas yang terancam punah, merupakan salah satu dari 3 (tiga) spesies kunci di TNGHS dan sebagai satwa endemik Pulau Jawa. International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengkategorikan elang jawa sebagai jenis satwa terancam punah (endangered), kategori Appendix II menurut Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) dan dilindungi sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Konservasi Ekosistem
Dalam buku “Saatnya Berubah – Aksi Korektif Siti Nurbaya Mengelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan” yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, Indonesia memiliki 720 jenis mamalia (13 persen dari jumlah jenis dunia), 1.605 jenis burung (16 persen jumlah jenis dunia), 723 jenis reptilia, 1.900 jenis kupu-kupu, 1.248 jenis ikan air tawar, dan 3.476 jenis ikan air laut, serta berbagai jenis invertebrata seperti udang, kepiting, laba-laba, dan serangga lainnya (LIPI, 2018).
Menurut Iwan Ridwan dan kawan-kawan dalam Jurnal Nusa Sylva Volume 14 No. 2 Desember 2014, di Indonesia tercatat 69 jenis burung pemangsa yang termasuk ke dalam ordo Falconiformes. Sebanyak 11 jenis diantaranya merupakan jenis burung yang perlu mendapat perhatian, lima jenis diantaranya secara global terancam punah, lima jenis lainnya mendekati terancam punah, dan satu jenis masih kurang data. Salah satu jenis yang perlu mendapat perhatian adalah elang jawa.
Populasi elang jawa di alam semakin menurun akibat kerusakan habitat, fragmentasi kawasan hutan, perburuan dan perdagangan. Elang Jawa adalah salah satu jenis burung pemangsa yang keberadaannya terancam punah (endangered) karena populasi yang kecil (IUCN, 2013).
Elang jawa dan komunitas burung di alam lepas menghadapi musuhnya diantaranya tingginya tingkat kerusakan hutan yang menjadi habitat utama, berupa deforestasi, degradasi dan fragmentasi hutan. Musuh lainnya adalah para pemburu dan penangkapan untuk perdagangan Elang Jawa yang tetap marak hingga kini.
Elang jawa dilindungi Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, bahwa dilarang ditangkap, dilukai, dibunuh, disimpan, dimiliki dan diperdagangkan baik hidup, mati maupun bagian-bagian tubuhnya saja. Perdagangan liar terhadap jenis burung yang satu ini semakin meningkat sehingga mengakibatkan populasi elang jawa cenderung semakin menurun.
Seperti namanya, elang jawa adalah jenis elang yang memiliki penyebaran terbatas (endemik). Elang jawa burung endemik yang hidup di Pulau Jawa. Salah satu habitatnya adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat.
Menurut Van Balen S dalam “Distribution and conservation of the Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi” (1999), beberapa tahun terakhir ini daerah sebaran Elang Jawa sudah banyak terfragmentasi, sehingga saat ini diperkirakan persebarannya di hutan pulau Jawa terpisah menjadi tiga bagian yaitu barat, tengah dan timur. Populasi elang jawa terbesar kini terdapat di wilayah Jawa Barat khususnya di wilayah TN Gunung Halimun Salak yang memiliki total luas areal 435.596,66 ha
Untuk mencegah kepunahan elang jawa pemerintah menerbit Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 tahun 1993 yang menetapkan elang jawa sebagai burung nasional dan lambang spesies langka. Kemudian terbit Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa menetapkan Elang Jawa sebagai salah satu jenis burung pemangsa yang dilindungi. Kemudian Menteri Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. P-58 tahun 2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Elang Jawa Tahun 2013-2022.
Sebagai burung pemangsa, elang jawa merupakan burung pemangsa yang menduduki konsumen teratas (top predator) dalam jaring–jaring makanan. Elang jawa mengontrol populasi hewan lain yang menjadi mangsanya di alam.
Menurut Menteri Siti Nurbaya, potensi keanekaragaman hayati Indonesia adalah adalah sumber kekayaan alam yang harus dijaga, melalui langkah-langkah yang harus diperkuat dengan kerja konkrit di lapangan. Oleh karena itulah, Kementerian LHK telah menjaga keragaman hayati ini pada 552 kawasan konservasi seluas kurang lebih 27,1 juta ha yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Apa yang penting dan harus selalu diingat adalah bahwa unsur konservasi ada tiga, melindungi sistem penopang kehidupan, pengawetan sumber daya genetik, dan pemanfaatan secara lestari,” katanya.
Berbagai upaya konservasi harus terus ditingkatkan untuk menjaga keanekaragaman hayati di Indonesia, antara lain secara langsung dengan melakukan patroli pengamanan di kawasan konservasi, upaya penyelamatan (rescue) satwa liar, translokasi satwa liar, rehabilitasi satwa liar, penanggulangan konflik satwa liar dan manusia, dan penegakan hukum dalam peredaran tumbuhan dan satwa liar ilegal.
Di lingkungan akademik, penelitian elang jawa mulai dilakukan oleh Johan Coenraad van Hasselt dan Heinrich Kuhl sekitar tahun 1820-an. Pada tahun 1924, Stresemann seorang pakar burung dari Jerman, memperkenalkan elang jawa merupakan spesies baru dengan nama Spizaetus nipalensis bartelsi. Sekitar 50 tahun kemudian, elang jawa diberi status yang spesifik (jenis tersendiri) sebagai Spizaetus bartelsi oleh Amadon pada tahun 1953. Dalam bahasa Inggris elang jawa disebut Javan Hawk-Eagle.
Elang jawa memiliki memiliki ciri, diantaranya bentuk tubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor). Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari). (maspril aries)