Mereka Menulis: Sumsel Blackout
KAKI BUKIT – Laman media sosial di Sumatera Selatan (Sumsel) pada Senin malam (4/7) ramai dengan informasi tentang blackout yang terjadi di daerah ini. Penyebabnya, gara-gara listrik di daerah ini padam total antara 3 – 5 jam sejak pukul 18.30 WIB usai sebagian warganya menunaikan ibadah salat magrib.
Lalu alam maya pun ramai oleh kabar pemadaman, berbagai informasi berseliweran di laman media sosial. Media massa dari yang arus utama sampai media online berbagi kabar blackout yang membuat beberapa daerah di Sumsel khususnya kota Palembang dan beberapa daerah lainnya termasuk provinsi tetangga tertular gelap akibat tiadanya aliran energi listrik.
Blackout mengingatkan pada peristiwa yang sama terjadi pada Agustus 2019 lalu, yang mengakibatkan padamnya listrik di Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan sebagian lokasi di Pulau Bali. Serupa tapi tak sama.
Beberapa orang menulis “Sumsel Blackout” dengan latar belakang hitam di belakang tulisan tersebut. Yang lain seorang mantan anggota parlemen salah satu daerah di Sumsel menulis, “Di saat 12.000 lebih tamu datang ke Palembang justru listrik padam. Memalukan provinsi lumbung energi.”
Pada saat bersamaan media online pun berbagi kabar berita. Republika.co.id menulis judul berita, “Sebagian Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bangka Alami Pemadaman Listrik Total.” Ada juga yang menulis judul beritanya, “Palembang Blackout Listrik di Tengah Penyelenggaraan Fornas VI” dan “2,5 Juta Pelanggan di Sumbagsel Terdampak Palembang Blackout.”
Dalam berita tersebut media online mengutip penjelasan dari Manajer Komunikasi PT PLN Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu (S2JB) Sendy Rudianto bahwa pemadaman listrik akibat gangguan penghantar 150 KV Lahat-Bukit Asam dan petugas dari BUMN listrik tersebut tengah melakukan recovery gangguan.
Akibat pemadaman tersebut ada sekitar 24 gardu induk PLN yang terdampak berada di Palembang, Kabupaten Banyuasian, Kabupaten Muara Enim dan Lahat, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Kayu Agung, Prabumulih, sampai ke daerah tetangga Provinsi Jambi.
Pada jam tersebut pemadaman juga terjadi di Pangkalpinang, ibu kota Provinsi Bangka Belitung (Babel) dan Bandarlampung. “Listrik di Pangkalpinang juga padam,” ujar Uke warga Jalan Saleh Ode Pangkalpinang dan Fira warga Jalan Fatmawati. Sementara pada saat yang sama Iwan warga Bandarlampung menulis di laman medsosnya, “Di Sukarame Bandarlampun listrik padam. Maka bersama puisi Asrul Sani, saya kembali ke balik malam.”
Kenapa blackout di Sumsel menular ke Babel, Lampung dan Jambi? Jawabannya karena provinsi tersebut terhubung dalam jaringan interkoneksi Sumatera yang memiliki jaringan kabel listrik dari utara menuju selatan pulau Sumatera, juga ada yang tersambung dengan kabel bawah laut dari Sumatera Selatan ke Provinsi Babel yang ada di laut Selat Bangka.
Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) sendiri sudah masa Presiden Susilo Bambang Yudhono dicanangkan sebagai provinsi lumbung energi saat dipimpin Gubernur Sumsel Syahrial Oesman. Setelah berganti gubernur dan jabatan dipegang Alex Noerdin, berulang kali dalam setiap agenda ada acara terkait dengan minyak dan gas (migas) atau energi, ia mengatakan, “Listrik di Singapura tergantung dari pasokan gas dari Sumsel. Lomba F1 di Singapura bisa berlangsung pada malam hari karena energi listriknya dari Sumsel.”
Memang benar adanya bahwa Sumsel adalah lumbung energi nasional. Energi listriknya dipasok ke Babel dan Singapura. Data terbaru, saat kabel bawah laut Sumsel –Babel mulai beroperasi, bahwa energi listrik di Sumsel surplus atau melebih dari kebutuhan.
Mengutip data PT PLN, Gubernur Sumsel Herman Deru menjelaskan kapasitas terpasang pembangkit yang berada di Sumsel pada 2021 jumlahnya mencapai 2.101,97 MW dan daya mampu pembangkit sebesar 2.082 MW berasal dari 18 pembangkit listrik PLN dan IPP (Independent Power Producer), dengan rasio elektrifikasi pada 2021 sebesar 99,37 persen serta produksi listrik selama tahun 2021 sebesar 8.005.119,68 MW. Kebutuhan dan konsumsi listrik Sumsel hanya setengah dari kapasitas pembangkit sehingga Sumsel surplus listrik atau kelebihan daya sebesar 1.052 MW.
Ada ironi di provinsi yang dicanangkan sebagai lumbung energi terjadi blackout pada masa tengah surplus atau kelebihan daya listrik. Tentu patut menjadi perhatian agar blackout tidak berulang yakni keandalan listrik di Sumsel atau Sumatera bagian Selatan ke depan harus menjadi pehatian.
Interkoneksi Sumatera
Wilayah usaha PT PLN di Sumatera mencakup pulau Sumatera serta pulau-pulau disekitarnya seperti Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, dan lain-lain kecuali pulau Batam yang masuk wilayah usaha anak perusahaan PLN. Wilayah ini dilayani oleh PLN Wilayah Aceh, PLN Wilayah Sumatera Utara, PLN Wilayah Sumatera Barat, PLN Wilayah Riau dan Kepri, PLN Wilayah Sumatera Selatan–Jambi–Bengkulu (S2JB), PLN Distribusi Lampung, PLN Wilayah Bangka–Belitung dan PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) Sumatera.
PLN Wilayah/Distribusi bertanggung jawab mengelola jaringan distribusi, pelanggan dan pembangkit skala kecil di sistem-sistem kecil isolated. Sementara pengelolaan jaringan transmisi dan GI oleh PLN P3B Sumatera Pembangkit tenaga listrik milik PLN di pulau Sumatera pada dasarnya dikelola oleh PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Utara dan PLN Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan, kecuali beberapa pembangkit skala kecil di sistem-sistem kecil isolated yang dikelola oleh PLN Wilayah/ Distribusi.
Program sistem interkoneksi kelistrikan Sumatera adalah program yang telah dicanangkan sejak 1990-an yang akan menyatukan jaringan interkoneksi yang terpencar-pencar di beberapa wilayah yang berakibat pasokan listrik dari satu provinsi ke provinsi lain tidak bisa saling mengisi-seperti halnya pada sistem interkoneksi Jawa-Bali. Melalui sistem interkoneksi Sumatera dapat menyalurkan pasokan listrik dari Aceh sampai ke Lampung secara dua arah.
Mengutip dari “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2007-2016, PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pust Pengatur Beban (P3B) Sumatera,” saat ini wilayah Sumatera masih terbagi dalam dua bagian wilayah, yaitu bagian utara yang meliputi Provinsi Sumatera Utara dan Aceh Nagroe Darussalam dengan total kapasitas terpasang 1576 MW dan daya mampu 1296 MW. Sedangkan wilayah bagian selatan meliputi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung dengan total kapasitas 1799 MW dan daya mampu 1607 MW. Diharapkan kedua sistem tersebut tersambung menjadi satu kesatuan jaringan listrik se Sumatera.
Kini sistem interkoneksi kelistrikan Sumatera telah mencakup Provinsi Babel yang semula sistem kelistrikan tidak terkoneksi dengan sistem kelistrikan Sumatera. Sejak April 2022 sistem kelistrikan di pulau Bangka telah masuk ke dalam sistem interkoneksi Sumatera melalui sistem interkoneksi 150 kV Sumatera - Bangka sehingga dapat meningkatkan keandalan sistem listrik di Sumatera – Bangka.
Selama ini provinsi pemekaran dari Sumsel tersebut pasokan listriknya bergantung pada PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang apa bila bermasalah mengakibatkan warga di pulau penghasil timah tersebut harus menikmati pemadaman listrik bergilir.
Melalui sistem interkoneksi Sumatera saat ini Bangka mendapat pasokan listrik dari pembangkit yang ada di Sumatera khususnya Sumatera Selatan melalui jaringan kabel bawah dengan panjang bentangan kabel sejauh 65,751 kilometer sirkuit (KMS) yang terdiri dari SUTT 150 kV sisi Sumatera (5,511 KMS dan 1,096 KMS), SUTT 150 kV sisi Bangka (9,16 KMS), SKTT 150 kV sisi Sumatera (3,93 KMS) dan kabel laut 36,054 KMS.
Tujuan interkoneksi Sumatera – Babel adalah untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau Bangka karena ketidak-pastian penyelesaian proyek PLTU disana, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan keandalan sistem kelistrikan di pulau Bangka.
Dalam “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2015 – 2024” menyebutkan, pengembangan transmisi di Sumatera akan membentuk transmisi back-bone 500 kV yang menyatukan sistem interkoneksi Sumatera pada koridor timur. Pusat-pusat pembangkit skala besar dan pusat-pusat beban yang besar di Sumatera akan tersambung ke sistem transmmisi 500 kV ini. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV sebagai tulang punggung utama sistem interkoneksi.
Transmisi ini juga akan mentransfer tenaga listrik dari pembangkit listrik di daerah yang kaya sumber energi primer murah (Sumbagsel dan Riau) ke daerah pusat beban yang kurang memiliki sumber energi primer murah (Sumbagut).
Selain itu sistem kelistrikan Sumatera akan mengoperasikan transmisi 275 kV sebagai tulang punggung sistem interkoneksi Sumatera . Transmisi 275 kV ini dapat menyalurkan energi listrik antar provinsi di Sumatera yang dihasilkan oleh pembangkit-pembangkit utama seperti PLTU batubara, PLTP dan PLTA skala besar.
SUTET 500 kV sebagai tulang punggung utama sistem interkoneksi Sumatera memasok energi listrik dalam jumlah yang besar dari Sumatera bagian Selatan yang kaya akan sumber energi (khususnya batu bara) ke Sumatera bagian Utara yang merupakan pusat beban terbesar di Sumatera.
Sumbagsel sebagai wilayah yang kaya sumber energi atau Sumsel sebagai lumbung energi tentu tidak seharusnya terjadi blackout atau pemadaman total karena ini bagian dari risiko yang sudah diperhitungkan keandalannya dengan mitigasi risiko, seperti adanya pengaturan pola pengoperasian dan pemeliharaan SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition), komunikasi, dan backup power supply dan sebagainya yang mendukung keandalan sistem kelistrikan yang membuat konsumen selalu happy.
Tanpa ada lagi blackout maka visi PT PLN “Menjadi Perusahaan Listrik Terkemuka se-Asia Tenggara dan #1 Pilihan Pelanggan untuk Solusi Energi” akan terwujud. (maspril aries)