Illegal Drilling Kejahatan yang Merampok Multiplier Effect
KAKI BUKIT – Illegal drilling adalah masalah yang sampai kini tak kunjung selesai di wilayah Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel) khususnya di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Provinsi Jambi.
Seperti di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sudah lima kali ganti bupati kepala daerah masalah illegal drilling sebagai kejahatan masih berkutat dengan pembahasan di meja kerja dan ruang rapat. Illegal drilling sudah ada sejak lama. Masa kepala daerah Muba dipimpin Bupati Alex Noerdin yang mulai menjabat tahun 2001 kemudian Bupati Pahri Azhari (almarhum) dan Bupati Dodi Reza Alex (2017-2022) yang diselingi dua Penjabat Bupati Muba Beny Hernedi dan Apriyadi.
Pada 2022 masalah illegal drilling kembali dibahas di dalam forum rapat. Pada 8 Agustus 2022 Penjabat Bupati Apriyadi kembali memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pembahasan Tindak Lanjut Penanganan Illegal Drilling di Kabupaten Muba. Rakor ini dihadiri Forkopimda Muba terdiri dari Kodim 0401 Muba, Polres Muba, dan Kejaksaan Negeri Muba serta stakeholder terkait termasuk Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Anggono Mahendrawan.
Kepala Perwakilan SKK Migas Anggono Mahendrawan menyampaikan bahwa SKK Migas pro aktif mengakomodasi produksi minyak dari sumur masyarakat melalui BUMD, juga sedang menyiapkan konsep peraturan menteri tentang sumur masyarakat yang akan disampaikan ke Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM).
Penjabat Bupati Apriyadi menyatakan komitmennya untuk menertibkan illegal drilling di Muba dengan cara akan menerbitkan surat penugasan kepada PT Petro Muba sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) Muba untuk mengakomodir seluruh hasil minyak dari sumur minyak masyarakat kembali ke negara melalui SKK Migas.
“Untuk penyaluran oleh perusahaan daerah Petro Muba kita meminta pendampingan dari Polres, Kodim 0401 Muba dan Kejari Muba untuk tindakan preventif dan jangan menzolimi masyarakat. Intinya kita ingin minyak itu kembali ke negara melalui SKK Migas, dan refinery illegal ditertibkan,” kata Apriyadi.
Apriyadi menginstruksikan refinery atau penyulingan atau kilang minyak ilegal harus dihentikan karena kegiatan penyulingan minyak ilegal tersebut sangat berbahaya serta dapat merusak lingkungan. “Di dalamnya ada kegiatan yang merugikan negara,” ujarnya.
Bisakah peraturan atau regulasi yang baru tersebut menuntaskan masalah illegal drilling yang berdampak pada kehilangan pendapatan negara dari sektor migas dan kesempatan berbagi multiplier fffect atau efek berganda bagi daerah penghasil migas dan masyarakatnya? Masih butuh waktu dan pembuktiannya.
Yang jelas sudah terbukti adalah migas (minyak dan gas) sejak lama telah memberikan manfaat besar bagi bangsa Indonesia sejak dulu. Menurut Guru Besar Fisip Universitas Sriwijaya (Unsri) Alfitri, investasi bidang migas di berbagai daerah secara tidak langsung telah mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk kawasan pedesaan. Oleh karena itu imbas dari pertumbuhan ekonomi juga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan.
“Kehadiran perusahaan tersebut, di satu sisi telah mendorong dinamika ekonomi di kawasan pedesaan yang berdekatan dengan lokasi penambangan, dan secara tidak langsung juga memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi di daerah,” kata Alfitri yang menulis disertasi berjudul “Program Community Development Perusahaan Migas Dalam Penguatan Modal Sosial - Studi di Lima Desa pada Dua Kabupaten di Sumatera Selatan.”
Pada sisi yang lain keberadaan industri hulu migas tidak hanya menciptakan efek lingkup berganda (multiplier effect) bagi sektor di luar hulu migas dan masyarakat di sekitar wilayah kerja migas. Salah satu efek berganda tersebut pemerintah daerah penghasil migas pun turut menikmati hasil dari kegiatan usaha hulu migas yang pada masa Orde Baru tidak merasakannya.
Pemerintah daerah penghasil migas pasca reformasi ikut menikmati melalui alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) migas. Juga daerah sekitarnya dan pemerintah daerah tingkat provinsi kecipratan dari DBH Migas tersebut.
Pada Media Gathering bagi wartawan migas Sumatera Selatan (Sumsel) yang diselenggarakan SKK Migas Perwakilan Sumbagsel pada 19 – 21 Juli 2022, terungkap bahwa pemerintah telah menetapkan dana bagi hasil migas untuk Sumsel pada 2022 mengalami peningkatan dibanding 2021. Andi Arie Pangeran Kepala Departemen Humas SKK Migas Sumbagsel menjelaskan, Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022 telah menetapkan jumlah alokasi dana bagi hasil minyak dan gas (migas) bagi daerah penghasil migas dan daerah sekitarnya.
Menurutnya, dana bagi hasil migas untuk daerah-daerah di Sumatera Selatan yang diperoleh Provinsi Sumsel bersama beberapa daerah kabupaten dan kota berhak menerima dana bagi hasil migas dari pemerintah pusat yang diperoleh dari pendapatan sektor migas di daerah itu.
“Pada tahun anggaran 2022 pemerintah menetapkan total dana bagi hasil migas untuk Sumatera Selatan sebesar 2,028 triliun atau meningkat total penerimaan 2021 sebesar Rp1,195 triliun,” katanya.
Penerimaan total dana bagi hasil migas 2022 tersebut adalah total alokasi dari penerimaan Provinsi Sumatera Selatan dan 17 daerah kabupaten serta kota yang ada di Sumatera Selatan.
“Dari 17 kabupaten kota tersebut Kabupaten Musi Banyuasin atau Muba adalah daerah penerimaan dana bagi hasil migas terbesar. Pada 2022 Kabupaten Muba menerima dana bagi hasil migas sebesar Rp717,384.790.000 atau meningkat dibanding perolehan dana bagi hasil migas 2021 sebesar Rp412.184.004.000,” ujar Andi Arie.
Pendapatan dana bagi hasil Migas untuk Kabupaten Muba ternyata jumlahnya jauh lebih kecil dibanding kerugian atau kehilangan akibat dari kejahatan illegal drilling. Penjabat Bupati Muba Apriyadi saat menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Muba pada awal Oktober 2021 pernah menyampaikan kepada pers dampak aktivitas illegal drilling Muba kehilangan pendapatan asli daerah (PAD) atau mengalami kerugian lebih dari Rp1,5 triliun pertahun.
“Kita sudah lakukan pemetaan dengan Kementerian ESDM, kerugian dan potensi dari kebocoran migas di Muba dalam sehari mencapai 4.000-5.000 barel. Artinya dalam satu hari kerugian negara mencapai Rp4,2 miliar atau per tahun mencapai Rp1,5 triliun,” katanya.
Itu hitungan kerugian dari sisi pendapatan negara. Bagaimana dengan pendapatan peroleh dari praktek illegal drilling? Mereka para pelaku yang terlibat dalam illegal drilling rela berkorban jiwa dan lebih percaya bahwa apa yang mereka lakukan menjanjikan pendapatan rupiah yang besar. Dari sejumlah kasus illegal drilling yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Sekayu juga terungkap besarnya produksi sumur minyak yang dikelola secara ilegal dan putaran uang yang cukup besar bisa diperoleh dalam satu hari.
Seperti pada perkara dengan terdakwa Purwanto disidangkan awal 2020 dengan nomor perkara 37/Pid.B/LH/2020/PN Sky. Purwanto tertangkap saat melakukan pengeboran ilegal di Dusun Sumpal, Desa Tampang Baru, Kecamatan Bayung Lencir, Muba, bahwa dari pengeboran minyak milik terdakwa tersebut dapat menghasilkan minyak sebanyak 1.100 liter per hari dengan penjualan seharga Rp2.725.000.
Pada perkara tersebut terdakwa Purwanto mempekerjakan Anton dan Agus Setiawan yang juga disidangkan di PN Sekayu. Dari pekerjaannya melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumur minyak ilegal kedua orang tersebut mendapat upah Rp50.000 dari setiap satu drum minyak mentah yang diproduksi.
Bagaimana dengan kerugian lainnya, seperti kerugian untuk biaya limbah tumpahan minyak akibat aktivitas illegal drilling dan biaya biaya pemulihan pencemaran lingkungan? Menurut Ngatijan Tenaga Ahli SKK Migas, kerugiannya bisa mencapai sekitar Rp6 triliun.
Jika saja kerugian dan kehilangan pendapatan itu bisa terselamatkan, maka sangat jelas bisa memberikan manfaat dan efek berganda bagi Kabupatan Muba dan rakyatnya yang bisa merasakan tetesan pendapatan bagi perbaikan kesejahteraan mereka. Bagi KKKS bisa lebih meningkatkan jumlah anggaran yang dialokasikan untuk program CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan.
Menurut Alfitri yang kini menjabat Dekan Fisip Unsri, corporate social responsibility atau CSR yang merupakan fungsi yang sangat penting dalam mengembangkan lingkungan sosial perusahaan sehingga perkembangan masyarakat akan seiring dengan perkembangan perusahaan. Dalam konteks dunia usaha ini merupakan penerapan good corporate citizenship atau GCG menjelma dalam beberapa aktivitas kepedulian perusahaan.
“Idealnya CSR ini harus menjadi bagian yang terintegrasi dalam kebijakan perusahaan yang merupakan investasi masa depan perusahaan atau social investment, bukan sekedar dianggap sebagai biaya sosial,” ujarnya.
Sementara itu menurut Kepala Departemen Humas SKK Migas selain mendapatkan dana bagi hasil migas, daerah-daerah di Sumatera Selatan masih mendapatkan multiplier effect atau efek berganda dari kegiatan hulu migas oleh KKKS yang ada dan beroperasi di daerahnya.
Andi Arie menjelaskan, “Tujuan dari tanggung jawab sosial industri hulu migas atau program pengembangan masyarakat adalah mewujudkan kepedulian industri hulu migas kepada masyarakat melalui program strategis guna menciptakan dan memelihara keseimbangan antara upaya-upaya meningkatkan pendapatan negara, menciptakan keuntungan bagi KKKS, melaksanakan fungsi-fungsi sosial, dan memelihara lingkungan hidup.”
Namun apa daya, illegal drilling masih menggila dan belum bisa teratasi walau berbagai upaya dan tindakan telah dilakukan pemerintah bersama stakeholder migas termasuk melibatkan komunitas pers. Pers melalui berbagai platform-nya telah memberitakan berulangkali berbagai kegiatan illlegal drilling yang merugikan negara, masyarakat dan lingkungan.
Hampir setiap kejadian adanya sumur minyak ilegal meledak para jurnalis tiada henti berburu kabar, berkontribusi memberitakan tentang adanya korban jiwa dari para pekerja yang tewas atau menderita luka-luka namun tetap saja tidak menimbulkan efek jera. Secara umum pers sudah pada kesimpulan bahwa pencurian minyak dengan modus illegal drilling dan illegal tapping paling marak terjadi di Sumatera Selatan.
Andai illegal drilling bisa diatasi, dengan mengutip disertasi Alfitri, bahwa dari produksi migas, pendapatan dari hasil komersialisasi migas yang menjadi bagian negara masuk ke kas negara. Pemasukan tersebut digunakan pemerintah untuk membiayai pembangunan sesuai program kerja yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendapatan dari sektor migas tidak hanya menjadi milik pemerintah pusat tapi juga didistribusikan kepada pemerintah daerah. (maspril aries)