Daftar Kudeta Militer Terjadi di Turkiye (Bagian 2 - Habis)
KAKI BUKIT – Kudeta dalam perspektif demokrasi menurut Sri Kurnia Sari & A Arifin dalam “Dampak Kegagalan Kudeta Militer Turki Tahun 2016 Terhadap Politik di Turki” (2019), merupakan sebuah penyakit kronis yang ingin dihilangkan dari sistem politik.
Demokrasi sebagai sebuah mekanisme politik menghendaki proses transformasi kekuasaan yang dilakukan melalui proses politik yang tidak mempergunakan instrumen kekuasaan. Sehingga apapun alasan di balik kudeta, baik yang klise seperti demi kesejahteraan umum, penegakan hukum dan alasan lainnya, ditolak keberadaannya.
Menurut Eric A Nordlinger dalam “Militer dalam Politik : Kudeta dan Pemerintahan” (1990) bahwa kudeta sebagai bagian dari proses politik. Nordlinger menjelaskan bahwa kudeta merupakan sebuah kunci bagi seorang perwira militer untuk dapat mengambil alih kekuasaan negara yang kemudian peristiwa kudeta itu disebut kudeta militer.
Ini biasanya dilakukan berdasarkan keadaan negara yang situasinya memburuk dari sisi ekonomi dan politik, misalnya korupsi oleh pejabat negara, aktor-aktor separatisme, kenaikan tingkat inflasi, tingkat pengangguran yang naik, dan lain-lain. Kudeta militer ini digunakan ketika muncul ketidakpercayaan lagi terhadap pemerintah yang sedang berkuasa dan berlaku tidak taat.
Banyak negara di dunia telah merasakan peristiwa politik yang disebut kudeta tersebut, baik yang berhasil maupun gagal seperti yang terjadi di Turkiye pada 15 Juli 2016. Aksi kudeta di Turkiye yang gagal menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan bukan yang pertama kali terjadi di negara yang terletak di dua benua, Asia dan Eropa.
Negara Turki luas wilayahnya sekitar 814.578 kilometer persegi, sekitar 97 persen dari luasnya terletak di benua Asia dan sisanya sekitar 3 persen (24.378 km persegi) terletak di benua Eropa. Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara Timur dan Barat.
Secara historis, bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam, Arab dan Persia sebagai warisan dari Imperium Utsmani dan pengaruh negara-negara Barat Modern.
Pasca runtuhnya kekaisaran Islam Ottoman yang digantikan dengan Republik Turki pada tahun 1923 Turki dikenal sebagai negara Islam yang menganut ideologi politik yang lebih condong ke Barat. Dimotori oleh Mustafa Kemal Attarturk secara resmi pada tanggal 3 Maret tahun 1924 mengahapus khalifah di bumi Turki.
Mustafa Kemal Attaturk memimpin Turki dengan mengadopsi nilai-nilai ideologi Barat dalam sendi-sendi pemerintahannya melalui progam reformasi politik yang berwacanakan westernisasi dan modernisasi. Agama dipisahkan dari kehidupan pemerintahan sehari-hari, fungsi agama dalam kehidupan berpolitik diatur langsung oleh negara. Sejak saat itu Turki menjadi negara sekuler.
Imron Mustofa menulis dalam “Turki Antara Sekularisme dan Aroma Islam; Studi atas Pemikiran Niyazi Berkes” (2016), sekularisme yang berkembang di Turki pada masa Attaturk menjadikan Turki sebagai Negara “Barat” yang ada di wilayah Timur Tengah dengan segala nuansa sekularisme tak ubahnya seperti suasana di negara-negara Eropa dan Amerika.