Flexing Jangan Jadi Qarun Milenial (Bagian 2 - Habis)

Gaya Hidup  
Bukan flexing hanya ilustrasi. (FOTO : Safira Yasmin)

KAKI BUKIT – Sebuah buku berjudul The Theory of Leisure Class terbit lebih dari satu abad yang lalu ditulis Thorstein Bunde Veblen, terbit pertama kali 1899. Buku ini memotret sikap sinis yang terjadi pada tatanan sosial masyarakat Amerika Serikat.

Veblen seorang ahli ekonomi dan sosiolog berkebangsaan Amerika - Norwegia mengkritik kapitalisme melalui buku tersebut. Dalam The Theory of the Leisure Class ia menyoroti pola konsumsi yang dilakukan oleh kelas penikmat (leisure class).

Kelas penikmat ini bukanlah kelas atas yang terdiri dari para aristrokat dan keluarga kerajaan, melainkan kelas menengah yang hidup di perkotaan (kaum nouveaux) Amerika yang menjadi orang kaya baru.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Masa itu berada pada era revolusi industri, mereka bekerja keras dan dapat mengumpulkan kekayaan, namun secara sosial masih dianggap kurang terpandang karena hasil pekerjaan mereka merupakan hasil kerja para buruh kasar.

Mengutip Indra Setia Bakti dan kawan-kawan dalam, “Pamer Kemewahan: Kajian Teori Konsumsi Thorstein Veblen,” (2020), “Bagi kaum nouveaux, konsumsi adalah kegiatan tampilan sosial yang disengaja, dilakukan secara strategis untuk mengesankan penonton dan memancarkan kekayaan dan status.”

Menurut Veblen, kaum nouveaux ingin tampil setara atau selevel dengan kaum aristrokat dengan melakukan konsumsi mencolok (conspicous consumption). Keinginan untuk mendapatkan kekayaan tidak hanya menjadi sarana pemenuhan kebutuhan hidup dan keinginan hidup nyaman, tetapi juga agar dihargai secara sosial.

Dengan melihat dari kacamata Veblen dalam membaca realitas ini, ada pertanyaan mendasar yang dipakai yaitu: “Bagaimana agar orang menghargai saya?” Menurut Veblen landasannya tidak lain adalah “kepemilikan kekayaan.”

Apa yang dilakukan kaum nouveaux menjelma bentuknya pada era milenial dengan istilah flexing. Menurut Indra Setia Bakti dkk, “Teori conspicous consumption dari Veblen sangat berkaitan dengan istilah flexing yang sedang tren belakangan ini.”

Di Indonesia istilah flexing datang seiring sejalan dengan teknologi digital yang kian canggih serta maraknya media sosial dengan berbagai platform, kemudian momentum ini dimanfaatkan para crazy rich dan sultan. Sepertinya sulit untuk tidak melakukan flexing.

Sejatinya manusia telah lama telah melakukan flexing, dilihat dari persamaan perilaku conspicous consumption hasil pengamatan Veblen tersebut dengan perilaku flexing zaman milenial ini. Perilaku flexing seringkali bermaksud untuk menaikkan derajat sosial dirinya di mata publik. “Cara ini merupakan upaya untuk menaikkan strata sosial seseorang di level yang lebih tinggi,” tulis Indra Setia Bakti dkk.

Crazy Rich dan Medsos

Ada yang ingat dengan kasus Indra Kusuma dan Doni Salmanan? Keduanya kemudian menjadi tersangka kasus penipuan dan pencucian uang dalam trading binary option? Indra Kusuma dan Doni Salmanan dikenal sebagai Crazy Rich Medan dan Crazy Rich Bandung yang kerap memamerkan kekayaannya di media sosial (medsos) atau yang dikenal dengan istilah flexing. Urban Dictionary mendefinisikan istilah flexing sebagai tindakan memamerkan kekayaan untuk mendapatkan perhatian.

Indra Kusuma dan Doni Salmanan adalah dua influencer, yang gemar melakukan flexing yang kemudian menjadi tersangka terkait dengan kekayaannya. Flexing bukan lagi dianggap menunjukkan keabnormalan, masyarakat pun menjadi terbiasa untuk berbuat flexing.

Flexing atau biasa disebut dengan pamer kemewahan mudah ditemukan di berbagai media sosial contohnya seperti tiktok, facebook, instagram, youtube, twitter dan media sosial yang lainnya. Ada banyak vlogger atau conten creator di Indonesia yang menjadikan ajang flexing atau pamer kemewahan sebagai konten di laman media sosialnya.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image