Politik

25 Tahun Reformasi, Harmoko dan Palu Patah (Bagian 2 - Habis)


Gubernur Lampung Oemarsono, bersama Rektor Universitas Lampung Alhusniduki Hamim dan Ketua DPRD Lampung Karyotomo menandatangani dukungan tuntutan mahasiswa Lampung yang menuntut Presiden Soeharto mundur. Aksi di depan gedung DPRD Lampung berlangsung 21 Mei 1998. (FOTO : Maspril Aries)

Mahasiswa dan rakyat pun bergerak, pasca Soeharto ditetapkan sebagai Presiden pada Sidang Umum MPR yang dipimpin Harmoko, demonstrasi semakin menyebar ke seluruh Indonesia. Di Jakarta mahasiswa menduduki gedung MPR/ DPR.

Dalam hitungan hari menjelang 21 Mei 1998, tanggal 12 Mei 1998 terjadi penembakan terhadap mahasiswa yang berdemonstrasi. Empat orang mahasiswa tewas tertembak dalam peristiwa yang kemudian disebut “Tragedi Trisakti.” Kemudian menyusul terjadinya kerusuhan rasial pada 13 – 14 Mei 1998. Gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa bergerak serentak di seluruh Indonesia.

Pada 18 Mei 1998, Harmoko bersama Wakil Ketua MPR menggelar jumpa pers di komplek MPR/DPR Senayan. Harmoko yang mantan Menteri Penerangan tiga periode tersebut mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa agar Presiden Soeharto secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri dari jabatannya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sikap pimpinan MPR/ DPR tersebut jelas membuat kaget banyak pihak. Harmoko saat itu dalam kapasitas sebagai Ketua MPR/DPR telah berusaha menyalurkan aspirasi masyarakat yang menuntut Presiden Soeharto lengser, Soeharto untuk mengundurkan diri.

Sikap Harmoko tersebut sempat mendapat cibiran mengingat ia dikenal sebagai seorang loyalis Soeharto sejak menjabat menteri sampai Ketua DPP Golkar dan Ketua MPD/ DPR. Nama Harmoko diplesetkan menjadi “Hari-Hari Omong Kosong.”

Bahkan ada yang menuding Harmoko sebagai “Brutus” tokoh pengkhianat dalam legenda Romawi kuno yang menceritakan matinya penguasa Romawi karena karena pengkhianatan dari orang yang sangat dipercayainya.

Pernyataan yang disampaikan Ketua MPR/ DPR sangat berpengaruh kepada Presiden Soeharto untuk bersikap dan mengambil keputusannya. Hanya setelah tiga hari pernyataan pimpinan MPR tersebut, Presiden Seoharto pada 21 Mei 1998 menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia lalu digantikan BJ Habibie.

Kronologis Singkat 25 Tahun lalu :

1 – 11 Maret 1998 - MPR menggelar Sidang Umum dan memilih Presiden Soeharto dan Wakil Presiden BJ Habibie untuk masa jabatan 1998-2003.

Selama Mei 1998 - para mahasiswa dari berbagai daerah menggelar demonstrasi menuntut penurunan harga barang barang kebutuhan pokok, penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme, dan mundurnya Soeharto dari jabatan Presiden Indonesia.

12 Mei 1998 - aksi demonstrasi menewaskan empat orang mahasiswa Universitas Trisakti (Tragedi Trisaksti).

13-14 Mei 1998 - Jakarta dan beberapa kota lainnya terjadi kerusuhan masal/ rasial yang ditandai pembakaran gedung. Bangunan, penjarahan terjadi pada sejumlah toko dan pusat perbelanjaan yang menewaskan sejumlah warga.

18 Mei 1998 - pimpinan MPR/ DPR terdiri dari Harmoko sebagai Ketua MPR/ DPR bersama Wakil-Wakilnya, Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur & Fatimah Achmad, meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

19 Mei 1998 - mahasiswa dari berbagai kampus atau perguruan tinggi menduduki Gedung MPR/ DPR di kawasan Senayan, Jakarta.

21 Mei 1998 - Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia dan Wakli Presiden BJ Habibie lalu diambil sumpahnya sebagai Presiden Indonesia. (maspril aries)

Berita Terkait

Image

Reformasi dan Harmoko 25 Tahun Lalu (Bagian 1)

Image

Reformasi dan Harmoko 25 Tahun Lalu (Bagian 1)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA