Politik

Kampanye Anti Politik Uang dari Desa Sumaja Makmur


Pj Bupati Musi Banyuasin (Muba) Apriyadi meninjau pelaksanaan Pilkades di daerahnya. (Ilustrasi) . (FOTO : Dinkominfo Muba)

Setiap ada pilkades, warga desa kerap mengidentikannya sebagai pesta rakyat. Pada saat itu rakyat menunjukkan kesetiaan dan prefensi lokal mereka kepada calon yang mereka dukung. Ada juga yang menjadikan momentum pilkades ajang pembuktian keunggulan suatu kelompok pendukung dalam kontestasi atau persaingan.

Pilkades sebagai pesta demokrasi di tingkat desa menurut Zaenal Abidin AS dan Dadan Kurnia dalam “Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Dalam Pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Bandung Barat”, juga sangat kental dengan aroma persaingan satu sama lain baik antar calon kepala desa, antar pendukung kepala desa maupun antar masyarakat simpatisan, satu sama lain merasa paling unggul dan menghilangnya sikap saling menghargai dan menghormat satu sama lain.

Menurut dua peneliti tersebut, hal ini timbul karena nilai-nilai dalam pilkades tidak hanya berorientasi pada kekuasaan saja, nilai keungulan suatu kelompok masyarakat dan keluarga seolah menjadi harga diri bagi kemenangan dalam pilkades ini, seperti kita ketahui bahwa kepemimpinan sebuah desa (pemerintah desa) seringkali berasal dari “trah keluarga” tertentu yang memiliki sejarah panjang dalam memimpin sebuah desa di masa lalu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kemudian seiring perjalanan waktu dan silih berganti pelaksanaan pilkades, pesta demokrasi yang dinanti-nanti warga desa tersebut, menurut banyak penelitian, pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) secara langsung tak sepenuhnya berjalan berdasarkan nilai-nilai demokrasi yang ada. Adanya praktek politik uang terjadi menjelang hari H atau hari pemungutan suara. Terkadang ini memang sulit dibuktikan, tapi ada cerita yang terungkap dari para pemilih.

Ada yang membagi-bagikan sejumlah uang atau barang agar pilihan warga desa kepada calon tertentu. “Tidak jarang seorang kepala desa harus mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk meraih kemenangan dalam pilkades,” tulis Zaenal Abidin AS dan Dadan Kurnia pada laporan hasil penelitiannya.

Dalam pilkades, yang diklaim demokrastis tersebut dengan mekanisme check and balance tidak berjalan, maka politik uang terjadi tanpa koreksi. Akibatnya, politik uang menjadi bersifat sistematik, bahkan berkesan sebagai fenomenal kultur.

Zaenal Abidin AS dan Dadan Kurnia memaparkan, mereka yang terlibat dalam praktik ini dipaksa pada keharusan memilih, terlibat atau tersingkir dari sistem. Mereka yang lebih memilih idealisme sangat mungkin tersingkir dari sistem. Artinya mereka akan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan mata pencaharian atau uang tambahan.

Entah dari mana virus politik uang atau kerennya money politics ini mewabah sampai ke desa? Jika politik uang itu virus, siapa yang membawanya ke desa? Jawaban dari pertanyaan tersebut akan memiliki jawaban yang beragam dan cukup panjang jika ditulis sebagai sebuah teks.

Namun mari mengenal apa itu politik uang?

Mahyudin, Andre Putra Yudarsat, dan Rustam Muhus dalam “Analisis Potensi Politik Uang Dalam Pemilihan Kepala Desa” (2022) menyebutkan, politik uang adalah pertukaran uang untuk pilihan politik yang dibuat atas nama kepentingan rakyat, serta kepentingan pribadi, kelompok, atau partai.

Politik uang adalah upaya untuk mempengaruhi orang lain (masyarakat) melalui penggunaan insentif finansial. Bisa juga diartikan sebagai jual beli suara dalam proses politik dan kekuasaan, serta memberikan uang, baik secara pribadi maupun melalui partai, untuk memengaruhi suara pemilih.

Menurut mereka, politik uang dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memengaruhi perilaku orang lain melalui penggunaan insentif tertentu. Politik uang dapat mengambil bentuk sebagai berikut:

Pertama, sumber daya keuangan dengan uang sebagai sumber utama pengaruh politik dalam memperoleh atau mempertahankan kekuasaan. Uang memainkan peran penting dalam politik, dan kepentingannya tergantung pada bagaimana uang digunakan untuk memperoleh pengaruh dan kekuasaan politik. Politik dan uang adalah kombinasi yang sulit untuk dipisahkan.

Kedua, berbentuk produk. Dari segi fungsi, barang dan uang tidak berbeda. Item yang digunakan sebagai metode politik uang untuk sarana kampanye umumnya sangat berhasil karena target audiensnya tepat, yaitu mereka yang berpenghasilan kecil. Pengiriman bantuan yang berbentuk barang seperti, sarung dan barang lainnya merupakan gambaran nyata politik uang dalam bentuk komoditas.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA