Belanja ke Toko Berlabel Murah di Jeddah Tapi Tidak ke Al Balad

Wisata  
Salah satu toko berlabel murah yang banyak didatangi jemaah umrah dari Indonesia Toko Ziaa Murah. (FOTO: Maspril Aries)

KAKI BUKIT – Kota ini disebut Jeddah, namun ada juga yang menyebutnya “Juaddah” atau “Jaddah” yang artinya “Nenek”. Mengapa Jeddah yang merupakan kota internasional di Saudi Arabia memiliki arti “Nenek”?

Jeddah sebelum tahun 1990 adalah ibu kota dari negara KSA (Kingdom of Saudi Arabia). Kemudian ibu kota negara ini pindah ke Riyadh. Tak ada catatan sejarah tentang asal-usul kota Jeddah yang berarti Nenek?

Ada sebuah buku berjudul “Menelusuri Jejak Sejarah Islam Melalui Ritual Ibadah Haji” yang ditulis H. Harun Keuchik Leumiek. Dalam buku itu ia menuliskan cerita tentang Kota Jeddah yang sejak dulu sampai sekarang menjadi pintu gerbang masyarakat internasional menuju Makkah dan Madinah guna menunaikan ibadah haji dan umrah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menurut buku tersebut, “Orang Jeddah sendiri sering menyebutkan nama Jeddah dalam arti kota nenek”. Hal terkait karena dari umat manusia yang menghuni bumi, makaamnya ada di kota Jeddah kota yang terletak di tepi Laut Merah. Di Jeddah letak makam Siti Hawa istri dari Nabi Adam As.

Pada bagian lain dari cerita itu, Harun Keuchik Leumiek menulis, “Cerita ini juga belum tentu sahih, apa benar karena istri Nabi Adam Siti Hawa bermakam di situ?”

Jeddah berbeda dengan Makkah dan Madinah yang disebut “tanah haram”. Kota ini merupakan kota internasional dengan beragam suku bangsa yang menghuni dengan jumlah penduduk sekitar 3,5 juta jiwa.

Catatan sejarah dari sumber yang lainnya menyebutkan Kota Jeddah yang memiliki arti yaitu Nenek awalnya daerah hamparan pasir di tepi pantai Laut Merah, laut yang ada dalam kisah Nabi Musa As. Kawasan pantai ini di datangi Bani Qudo’ah untuk memancing. Kemudian dari kabilah-kabilah lainnya untuk memancing.

Kawasan wisata Laut Merah dengan pelabuhan puluhan speed boat di Jeddah. (FOTO: Maspril Aries)

Semakin banyak kabilah yang datang, lalu mulai berdiri tenda-tenda nomaden, akhirnya ada yang menetap kemudian berkembang menjadi desa nelayan. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan tahun 647 M desa ini dikembangkan menjadi pelabuhan. Pelabuhan untuk memenuhi kebutuhan keperluan kota Makkah dan Madinah sekaligus menjadi pelabuhan bagi kapal jamaah haji yang dari luar Arab yang datang dengan menggunakan kapal laut.

Sebagai kota internasional, Jeddah tidak hanya didatangi warga muslim tetapi juga warga non-muslim. Bagi warga negara Indonesia, Jeddah masuk dalam agenda yang harus didatangi oleh mereka yang menjalani ibadah haji atau umrah.

Pertama kali menjejakkan kaki di kota ini 13 tahun lalu, tepatnya tahun 2005. Pesawat Garuda Indonesia yang terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta mendarat mulus di Bandara Internasional King Abdul Aziz pada tengah malam menjelang closing date penerbangan haji dari berbagai negara menuju Saudi Arabia.

Sempat tinggal beberapa hari di sebuah hotel sambil menunggu dimulainya ibadah haji saat calon jemaah haji untuk wukuf di Arafah, selama menanti waktu haji tiba, sempat berkeliling Kota Jeddah. Tempat yang kerap didatangi adalah kawasan Corniche Commercial Center (CCC). Lebih mudah disebut di lidah “Balad” atau “Al Balad”. Bagi yang berasal dari Indonesia sering di sebut “Pasar Balad”.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image