Politik

Opini Publik dan Persepsi Pemilih dalam Pilkada

Ilustrasi memilih.  (FOTO: pixabay.com)
Ilustrasi memilih. (FOTO: pixabay.com)

KINGDOMSRIWIJAYA“Opini publik itu mudah diubah. Persepsi atas calon presiden mudah dibalikan. Hasilnya sangat besar: berubahnya pemenang pemilu”. Pernyataan di atas dikutip dari buku yang ditulis seorang konsultan politik Denny JA dalam bukunya berjudul “Membangun Legacy 10 P untuk Marketing Politik: Teori dan Praktik” (2020).

Denny JA menulis pernyataannya berdasarkan pada peristiwa yang yang terjadi saat Pemilihan Presiden tahun 1988 antara calon Partai Republik George Bush vs calon Partai Demokrat Michael Dukakis. Dalam banyak poll, George Bush tertinggal 17 persen di bawah Michael Dukakis.

Tapi George Bush memiliki konsultan politik cemerlang Lee Atwater yang mengeksplorasi semua kemungkinan, bagaimana membalik opini publik. Ujar Atwater, “Pasti ada kelemahan Dukakis ketika menjadi gubernur”. Memang hasilnya berbalik, dalam pidatonya Bush menyerang Dukakis dengan menyatakan “Dukakis pemimpin yang naif”. Opini publik pun tercipta akhirnya George Bush menjadi The Next President of The United States.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia, mungkinkah opini publik membalikan keadaan, calon yang unggul berdasarkan hasil survei gagal terpilih kalah oleh pesaingnya? Merujuk pada pemilihan presiden Amerika Serikat mungkin saja terjadi pada Pilkada. Sebaliknya, calon kepala daerah yang unggul berdasarkan survei akan menyatakan, “Mustahil opini publik mengalahkan saya”.

Atau dapatkah opini publik melahirkan persepsi pemilih terhadap calon kepala daerah dalam pilkada sehingga pada hari pemungutan suara sang pemilih mengubah pilihannya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut bisa dimulai dengan membaca kembali, apa itu opini publik? Biar lengkap referensinya baca juga sejarahnya. Mengutip Iswandi Syahputra dalam bukunya “Opini Publik – Konsep, Pembentukan dan Pengukuran” (2018), opini itu cara pandang manusia terhadap situasi dalam lingkungan sosialnya. Opini juga sering disebut pendapat. Walaupun validitasnya lebih tipis dibanding dengan pengetahun positif, opini lebih kuat dari dugaan atau sekedar kesan.

Berita Terkait

Image

Wartawan dan Penulis Yurnaldi Paduka Raja Raih Penghargaaan Satupena Sumbar

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA