Diskusi Terpumpun Ada Sastra Tutur di Lahan Basah Sungai Musi
KINGDOMSRIWIJAYA, Palembang – Fakultas Adab dan Humaniora (Fahum) Universitas Islam Negeri Raden Fatah (UIN RF) menyelenggarakan Diskusi Terpumpun atau FGD (Focus Group Discussion) bertema “Sastra Tutur dan Lahan Basah Sungai Musi”.
Diskusi terpumpun yang berlangsung di sebuah kafe tersebut, 12 Desember 2024 menghadiri nara sumber Endang Rochmiatun yang menjabat Dekan Fahum dan Muhammad Walidin dengan diikuti peserta akademisi, budayawan, seniman, dan mahasiswa. Latar belakang nara sumber Endang Rochmiatun seorang pakar dalam kajian sejarah dan budaya dan Muhammad Walidin seorang ahli bidang sastra.
FGD bertema “Sastra Tutur dan Lahan Basah Sungai Musi” bertujuan menggali kekayaan sastra lisan di kawasan lahan basah, khususnya di sepanjang Sungai Musi, sekaligus mempromosikan nilai budaya lokal sebagai sumber inspirasi dan kajian ilmiah.
Sastra tutur adalah salah satu bentuk sastra lisan yang telah ada sejak lama di Indonesia. Sastra Lisan dari Sumatera Selatan termasuk sastra lisan rumpun Melayu, sebagaimana juga orang-orang Sumatera Selatan adalah rumpun atau suku Melayu. Sastra ini memiliki keunikan dan kekayaan yang sangat tinggi, serta memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Namun, sastra tutur juga menghadapi tantangan besar dalam era globalisasi dan modernisasi, sehingga perlu dilakukan upaya pelestarian dan pengembangan.
FGD yang merupakan kolaborasi antara kalagan akademis dan dengan pelaku seni dalam pelestarian budaya lokal menggali kekayaan sastra lisan di kawasan lahan basah, khususnya di sepanjang Sungai Musi, sekaligus menjadi sumber inspirasi dan kajian ilmiah.
FGD juga diharapkan menjadi langkah awal dalam pengembangan lebih lanjut kajian dan pelestarian sastra tutur serta budaya di kawasan lahan basah, khususnya di Sumatera Selatan.
Dalam diskusi ini, kedua narasumber memberikan pandangan mendalam terkait peran sastra tutur sebagai warisan budaya yang harus dijaga, serta relevansinya terhadap kehidupan masyarakat di kawasan lahan basah. Endang Rochmiatun menyoroti pentingnya upaya dokumentasi sastra tutur agar tidak tergerus zaman. Sementara itu Muhammad Walidin memberikan perspektif tentang bagaimana sastra ini dapat diintegrasikan ke dalam kajian akademis maupun pengembangan seni pertunjukan.
Menurut seorang peserta, FGD kali ini dapat menjadi contoh bagi kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan budaya lokal, serta dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya yang ada. (D Oskandar)