Emang Bisa Menuntaskan Kemiskinan dalam 100 Hari?

KINGDOMSRIWIJAYA – Tanggal 20 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto melantik 961 kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dalam pelantikan serentak 2024. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Republik Indonesia, para kepala daerah dari gubernur, bupati dan wali kota hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak juga dilantik secara serentak.
Hanya dalam hitungan jam atau satu hari kemudian, media massa khususnya media online ramai-ramai menulis berita tentangt program 100 hari para kepala daerah tersebut. Ada program 100 hari perbaikan birokrasi, percepatan realisasi APBD, kesejahteraan guru pelajar, pelayanan publik, kesejahteraan dan kesehatan, juga ada program menuntaskan kemiskinan.
Di Jakarta, Gubernur Pramono Anung mengatakan, “Saya sudah duduk dengan tim transisi dan ada 40 program kerja yang akan dituntaskan dalam 100 hari kerja”.
Jadi ada banyak ragam program kerja para kepala daerah tersebut yang akan diselesaikan dalam 100 hari kerja pasca pelantikan dan retret di Akmil, Magelang.
Apa bisa program-program tersebut di setiap daerah untuk direalisasikan dalam 100 hari? Emang bisa menuntaskan kemiskinan dalam 100 hari? Pertanyaan tersebut bisa dijawab, “Apa yang tidak mungkin bisa diwujudkan dalam 100 hari, asal ada kemauan dan semangat yang besar”.
Dalam program menuntaskan kemiskinan mungkin saja bisa direalisasikan di daerah dengan penduduk sekitar 500.000 jiwa dan ditemukan ada 1.000 kepala keluarga miskin, tentu saja dalam 100 hari kemiskinan di daerah itu bisa dituntaskan.
Elite Capture Kemiskinan
Untuk membahas menuntaskan kemiskinan dalam 100 hari, artikel ini menjelaskan tidak langsung ke fokus isu tapi mari menelaah sejenak pada sebuah karya ilmiah yang dipublikasikan di sebuah jurnal yang terbit tahun 2015 memuat penelitian dari Sujarwoto yang judulnya “Desentralisasi, Dinasti Politik dan Kemiskinan di Indonesia” menulis, “Desentralisasi telah menjadi bagian penting dalam pembangunan Indonesia sejak hampir dua dasawarsa terakhir. Banyak harapan ketika desentralisasi dirumuskan di tahun 1999. Salah satu harapan tersebut adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan melalui terciptanya tatakelola pemerintahan daerah yang lebih baik”.
Menurut Sujarwoto, desentralisasi di Indonesia telah memunculkan berbagai persoalan politik yang dikhawatirkan menggagalkan tercapainya cita-cita mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan tersebut. Pada awal pelaksanaan desentralisasi beberapa ilmuwan politik menengarai adanya fenomena raja-raja kecil yang ditandai dengan munculnya elite-elite penguasa daerah.
Dalam perjalanannya, desentralisasi melahirkan banyak dinasti politik, kekuasaan politik di daerah dijalankan oleh sekelompok orang yang terkait dalam hubungan darah atau kekeluargaan. Banyak ilmuwan politik sudah memperingatkan meluasnya dinasti politik di Indonesia akhir akhir ini adalah pertanda munculnya gejala neopatrimonialistik dimana raja-raja kecil memperluas kekuasaan politiknya melalui kerabat-kerabatnya.
