Mencatat Kembali Menjelang Setengah Abad Malari
KAKI BUKIT – Hari ini, 15 Januari 2023 atau sudah 49 tahun lalu terjadinya Peristiwa Malari di Jakarta pada 15 Januari 1974. Tahun depan tepat 50 tahun atau setengah abad peristiwa Malari terjadi. Hari ini, coba tanyakan pada mahasiswa era milenial, apa mereka tahu apa itu Peristiwa Malari?
Insya Allah banyak yang tidak tahu dari pada yang tahu. Alasannya, karena memang dalam pelajaran sejarah saat di sekolah tidak ada pembahasan tentang tentang Peristiwa Malari, kalau pun ada mungkin hanya sekilas yang diulas.
Sebuah studi oleh Ipong Jazimah berjudul “Malari: Studi Gerakan Mahasiswa Masa Orde Baru,” (2013) menyebutkan, “Sebelum Malari memang telah ada aksi mahasiswa menggugat, aksi Golongan Putih dan sebagainya. Tetapi tidak mampu mengikutsertakan massa dalam jumlah yang cukup signifikan. Namun peristiwa Malari bagi generasi muda yang lahir pada tahun 1973 tidak cukup dikenal dengan baik. Bagi mereka, peristiwa Malari adalah ‘Peristiwa ribut-ribut di Monas.’”
Mengapa peristiwa itu disebut dan ditulis “Malari?” Jawabannya simpel karena peristiwa itu terjadi pada 15 Januari 1974. Peristiwa “Malari” merupakan singkatan dari “Malapetaka 15 Januari 1974.” Peristiwa ini sekaligus menjadi titik tolak awal ketidakpuasaan rakyat terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru (Orba) yang diwakili oleh mahasiswa. Gerakan mahasiswa saat itu dihadapi dengan tindakan represif. Pemerintah Orba memenjarakan sejumlah tokoh atau aktivis mahasiswa pada masa itu.
“Peristiwa Malari bisa dikatakan sebagai titik awal perlawanan terhadap Soeharto secara besar-besaran, ditandai dengan adanya aksi pembakaran, perusakan, dan kerusuhan yang menyebabkan beberapa korban meninggal dan luka-luka,” tulis Ipong Jazimah dari FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Menelaah peristiwa Malari dari kacamata akademisi, ada beberapa versi yang menulis dan meneliti terjadinya peristiwa tersebut pada saat kekuasaan rezim Orde Baru (Orba) belum genap berusia satu dasa warsa. Ada yang menyebut kerusuhan pada 15 Januri 1974 tersebut adalah buah dari konflik elite sekitar Soeharto yang saling berebut pengaruh. Ada versi lainnya yang menyebabkan aksi mahasiswa berbuntut rusuh. Namun artikel ini tidak akan menelaah versi-versi tersebut.
Peristiwa Malari tidak terlepas dari Gerakan Mahasiswa pada zamannya. Tokoh gerakan mahasiswa pada saat peristiwa Malari terjadi tidak terlepas dari nama Hariman Siregar seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) UI, sekaligus menjadi Ketua Dema UI terakhir karena setelah peristiwa itu Pemerintah Orba mengintervensi kampus atau perguruan tinggi.
Pemerintah kemudian memberlakukan NKK/ BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan). BKK menjelma menjadi pengganti Dewan Mahasiswa dengan Ketuanya dijabat Pembantu Rektor (PR) bidang kemahasiswaan.