Membangun Kembali Bibliotheca Alexandrina Egypt (Bagian 2 Habis)
KAKI BUKIT – Sejak ambruknya Bibliotheca Alexandrina Egypt pada 300 M perpustakaan nan megah di Mesir tak pernah berdiri kembali. Sejak kerusahaan dan kebakaran yang melanda Perpustakaan Iskandriyah tak lagi terurus dan hampir menjadi artefak-artefak kuno saja.
Lalu badan dunia untuk pendidikan UNESCO memprakarsai bekerja sama dengan Pemerintah Mesir,membangun kembali perpustakaan dengan sejarah terbesar di muka bumi tersebut. Istri Presiden Mesir saat itu Suzane Mubarak berkampanye ke berbagai negara di Eropa guna mengalang dana pembangunanan perpustakaan tersebut.
Pembangunannya dimulai sejak tahun 1990-an dengan menghabiskan dana tak kurang dari US$ 220 juta dan US$ 120 juta di tanggung pemerintah Mesir dan sisanya di tanggung dari bantuan Internasional dari negara-negara lain. Pembangunan Bibilotheca Alexandrina ini dimaksudkan untuk mempertahankan semangat perpustakaan Alexandria yang sudah hancur.
Setelah terbengkalai hampir selama 20 abad, Perpustakaan Iskandriyah berdiri megah dengan desain arsitektur unik. Bangunan utama berbentuk bulat beratap miring, terbenam dalam tanah. Di bagian depan sejajar atap, dibuat kolam untuk menetralkan suhu perpustakaan yang terdiri lima lantai di dalam tanah, perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku.
Bibliotheca Alexandrina Egypt menjelma menjadi perpustakaan modern yang menyediakan berbagai fasilitas, seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk memudahkan pengunjung mencari katalog buku, ruang baca berkapasitas 1.700 orang, ruang konperensi, ruang pustaka Braille Taha Husein khusus tuna netra, pustaka anak-anak, museum manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar riset yang bisa dipakai gratis. Pada salah satu lantai kayu yang cukup luas itu terpajang berbagai prototipe mesin cetak kuno dan berbagai lukisan dinding.
Desain dari perpustakaan Alexandria yang baru dirancang oleh Snohetta, sebuah biro asitektur Norwegia. Bangunannya dibagi secara diagonal dan berdiri dalam bentuk silinder yang ditusuk oleh sebuah garis lurus. Garis lurus yang menusuk bentuk silinder perpustakaan tersebut tidak lain adalah jembatan penyeberangan dari Universitas Alexandria bagian selatan.
Jembatan tersambung ke arah lantai dua perpustakaan dan terus ke plaza di sebelah utara gedung yang mengarah ke laut. Selain itu, bangunan berbentuk silinder dipotong oleh sudut miring. Semua dinding miring tersebut mengarah ke utara, ke arah laut Mediterania.
Dinding perpustakaan yang menghadap ke arah selatan dari bagian silinder dihiasi dengan potongan batu granit. Potongan tersebut berasal dari pecahan batu yang sangat besar, bukan hasil potongan alat seperti gergaji. Permukaan batu tersebut rata, dengan bentuk garis yang halus.
Dinding melengkung terbuat dari beton dengan sambungan vertikal terbuka. Bangunan dinding bagian luar terbuat dari batu granit Zimbabwe seluas delapan ribu meter persegi. Dinding yang disusun dengan batu berukuran 2 x 1 meter itu dipahat aneka huruf dari berbagai bahasa, yang pernah dikenal manusia selama 10.000 tahun lebih dari 500 kebudayaan di dunia. Timbul kesan yang amat kuat tentang betapa tingginya peradaban manusia di bidang tulis menulis.
Kini perpustakaan yang dulu dihancurkan oleh Julius Caesar menjadi salah satu destinasi wisata dunia seperti Piramid Giza, Mumi, Karnax Temple, Kuburan para Firaun di Luxor atau Museum Kairo yang menyimpan timbunan emas Tutankhamun. Perpustakaan Alexandria yang mulai dibuka oleh Pemerintah Mesir pada Oktober 2002 untuk pengunjung yang akan masuk harus membayar sebesar 30-50 EGP (Egypt Pound) bagi wisatawan umum.
Setiap mereka yang berkunjung ke sini akan mengucapkan pujian akan keindahan desainnya, kelengkapan fasilitas pendukungnya. Mereka akan berkata, perpustakaan yang benar-benar megah dengan arsitektur modern bersentuhan Timur Tengah. “Saya bisa berjam-jam ada di sini menghabiskan waktu untuk membaca buku ataupun browsing-browsing,” kata seorang pengunjung.
Saat ini Bibliotheca Alexandrina Egypt di Mesir menjadi salah satu dari lima perpustakaan paling indah di dunia. Empat lainnya adalah Tianjin Binhai Library di China, Takeo City Library di Jepang, Trinity College Library, di Irlandia, dan Stockholm Public Library di Swedia. (maspril aries)