Songket Palembang “Ratu Segala Kain”
KAKI BUKIT – Palembang itu di tepian sungai Musi. Palembang itu adalah salah satu kota tertua di Indonesia. Menurut situs Pemerintah Kota Palembang, kota yang menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) ini berdiri pada 16 Juni 682 yang ditandai dengan penguasa Sriwijaya mendirikan wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Palembang.
Palembang itu memiliki sejarah panjang sejak masa kejayaan kerajaan Sriwijaya sampai Kesultanan Palembang Darussalam. Dari dua masa itu, banyak peninggalan tak ternilai, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang indah yaitu songket. Kain songket Palembang telah dianggap sebagai salah satu bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya.
Sejak saat itu kain songket khas Palembang terus berkembang sampai suatu hari bangsa Indonesia dibuat tersentak kaget oleh penetapan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada pertengahan Desember 2021 yang resmi menetapkan songket Malaysia sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia atau Intangible Cultural Heritage pertengahan Desember 2021.
Nasi sudah menjadi bubur, menangis darah pun penetapan itu tak akan berubah. Namun Malaysia boleh saja ditetapkan badan PBB Unesco sebagai pemilik kain tenun songket. Namun dari beragam jenis songket di negeri jiran tersebut masih kalah populer dan tenar dibandingkan dengan songket Palembang.
Sebelum penetapan badan PBB itu jatuh, John Summerfield dan Susan Rodgers dalam “Gold Cloths of Sumatra: Indonesia's Songkets from Ceremony to Commodity,” (2007) menyatakan songket Palembang sebagai “Ratu Segala Kain.” Songket Palembang merupakan salah satu songket terbaik di Indonesia diukur dari segi kualitasnya.
Songket Palembang eksklusif, pembuatannya memerlukan waktu cukup lama berkisar satu sampai tiga bulan. Bandingkan dengan songket biasa atau songket buatan mesin hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari.
Sebagai ratu kain memang kain tenun songket Palembang sangat mewah yang memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Tambang emas di Sumatera terletak di pedalaman Jambi dan dataran tinggi Minangkabau.
Songket sendiri adalah salah satu jenis dari kekayaan kain tenun Indonesia atau Nusantara. Hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki kain tenun dengan motif dan corak yang beragam penuh kandungan makna budaya. Kain tenun adalah salah satu bagian dari budaya Indonesia sekaligus bagian dari fashion Indonesia.
Songket Palembang sebagai “Ratu Segala Kain” sebenarnya siapa penciptanya? Jawabnya, sudah pasti tidak ada yang tahu siapa pencipta pertama kain songket Palembang. Siapa pun yang sekarang membuat kain tenun songket Palembang ada penerus dari warisan budaya masyarakat Palembang.
Dalam sebuah seminar bertema “Songket sebagai Warisan Budaya Dunia,” yang berlangsung tujuh tahun lalu, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia cabang Sumsel Farida R Wargadalam mengatakan, “Pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam, songket memiliki makna sangat penting, yakni sebagai alat ukur status sosial seseorang. Semakin mahal songket, semakin tinggi derajat orang yang memakainya.”
Songket juga digunakan sebagai hadiah antar-kerajaan guna mempererat kekerabatan dan dalam songket terkandung nilai budaya sehingga sering digunakan dalam upacara adat, seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian.
Mengutip penelitian Retno Purwanti dan Sondang M. Siregar dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan tentang “Sejarah Songket Berdasarkan Data Arkeologi” para ahli sejarah yakin bahwa songket sudah dikenal sejak masa Kerajaan Sriwijaya (abad 7-14 Masehi). Meskipun demikian, sampai sekarang belum ditemukan bukti-bukti arkeologi dan sejarah yang membenarkan pendapat tersebut.
Kemudian songket juga sangat populer pada masa Kesultanan Palembang tahun 1629. Seperti ditulis Barbara Watson Andaya dalam “The Cloth Trade in Jambi and Palembang during the 17th and 18th centuries” (1989), pada waktu itu songket merupakan pakaian bangsawan yang disesuaikan dengan kedudukannya. “Tenunan benang emas Palembang lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan tenunan Jambi,” tulis Andaya.
Menurut Retno Purwanti dan Sondang M. Siregar, motif-motif songket dijumpai pada relief candi dan pakaian arca-arca. Motif songket tertua yang mendapat pengaruh Cina ditemukan pada bagian dinding Candi Mendut, di Magelang, Jawa Tengah. Arca-arca dengan pakaian bermotif songket ditemukan juga di situs kompleks percandian Bumiayu, Kabupaten Pali, Sumatera Selatan.
Sekarang ini jika berkunjung ke sentra songket di Palembang, seperti di Pasar 16 Ilir Baru dalam komplek Ilir Barat Permai sudah sejak lama dijual songket India yang dibuat dengan tenun mesin. Songket ini dijual dengan harga lebih murah dibanding songket dengan tenun tangan.
Menurut seorang pedagang songket, “Sepintas songket India ini mirip dengan songket lokal. Bagi yang tidak tahu membedakan dengan songket Palembang bisa menduga songket India itu adalah songket Palembang karena sepintas mirip bentuknya.”
Namun banyak pedagang mengakui songket Palembang tetap lebih unggul dari sisi kualitas maupun harga. Songket Palembang dibuat secara tradisional dengan tenun tangan atau alat tenun bukan mesin (ATBM). Bahan dan benang yang digunakan juga jauh lebih baik.
Dalam pembuatan kain songket Palembang ada pakem-pakem harus diterapkan, seperti menggunakan motif bambu, geribik, kanal dan lain sebagainya yang semua itu memiliki filosofinya. Tentu yang utama menggunakan bahan benang emas dan benang sutera, harus ditenun dengan alat tenun tangan bukan mesin atau dicetak di pabrik. Harus diingat bahwa kain tenun songket bukan lagi bernama songket jika sudah bercampur dengan tenunan lain.
Jadi tak salah jika songket Palembang dinobatkan sebagai “Ratu Segala Kain” karena sudah ada sejak masa Kerajaan Sriwijaya yang lebih dulu ada di Nusantara dibanding Kerajaan Majapahit dan kerajaan besar lainnya di Indonesia.
Memang songket Palembang sudah lama dikenal karena motifnya yang sangat indah dan menarik, memiliki ciri-ciri khusus yang mencerminkan kebudayaan daerah Sumatera Selatan. Di dalamnya terkandung nilai-nilai kebudayaan yang menunjukkan kepribadian bangsa Indonesia. (maspril aries)