Ekspor Pasir Laut dan Pulau Nipah Terancam Tenggelam (Bagian 2 - Habis)
KAKI BUKIT – Negara tujuan ekspor pasir laut Indonesia saat itu bukan hanya Singapura. Pasir laut dari Indonesia juga dikirim ke Malaysia yang pada sekitar tahun 1994 banyak memanfaatkan banyak pasir laut dari Indonesia untuk mengembangkan Johor Bharu menjadi New Johor Bharu. Beberapa daerah pantai di ujung selatan Semenanjung Malaysia yang berbatasan dengan Singapura juga membutuhkan pasir dari Indonesia untuk membangun pelabuhan samudera yang dapat menyaingi Singapura.
Pasir laut yang diekspor waktu itu berasal dari penambangan di perairan wilayah Batam mencakup Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Setoko, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.
Selain pulau-pulau tersebut, Provinsi Kepri juga memiliki pulau terluar dan terdepan yang langsung berhadapan dengan Singapura. Provinsi Kepulauan Riau mempunyai 19 pulau terluar atau terdepan yang tersebar di beberapa Kabupaten/kota. Empat pulau terluar dan terdepan yang berpenghuni adalah Pulau Nipah, Pulau Senoa, Pulau Subi Kecil, dan Pulau Karimun Anak.
Salah satu sumber daya alam Kepri yang besar adalah pasir laut, maka dari kepulauan ini menjadi tempat eksploitasi pasir laut. Salah satu lokasi penambangan pasir laut tersebut adalah Pulau Nipah sebuah pulau kecil terluar dari Provinsi Kepulauan Riau. Akibat eksploitasi penambangan pasir secara besar-besaran mengakibatkan pulau ini nyaris tenggelam. Pulau Nipah lokasi dan posisi pulau ini sangat strategis sebagai salah satu titik dasar perbatasan dengan negara tetangga Singapura.
Pulau Nipah adalah sebuah pulau yang tidak berpenghuni masuk dalam wilayah Kelurahan Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam. Pulau ini memiliki nilai strategis sebagai salah satu titik terluar dalam garis perbatasan Indonesia- Singapura.
Berdasarkan data Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, secara geografis Pulau Nipah terletak pada koordinat 01o 09’13” U dan 103o 39’11” T. Pulau Nipah memiliki luas sekitar 0,5 Ha sebelum reklamasi, Pulau Nipah namun setelah reklamasi luasnya mencapai 60 Ha. Pulau Nipah mempunyai posisi strategis sebagai salah satu pulau terluar di wilayah Barat Indonesia, dimana terdapat titik dasar yang digunakan untuk menarik batas laut antara Indonesia dan Singapura.
Pulau ini mempunyai nilai yang sangat strategis karena berada di jalur pelayaran internasional dari dan menuju pelabuhan Jurong Singapura. Menurut data BPS Kota Batam tahun 2019 Pulau Nipah masih dikategorikan sebagai pulau yang tidak berpenghuni karena belum ada penduduk tetap yang menempati Pulau Nipah.
Menurut Riki Rahmad, dampak dari penambangan pasir laut, selain pulau yang terancam tenggelam, di sisi lain juga juga memberikan manfaat ekonomi bagi para pengusaha dan bagi daerah adalah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sisi lain dari penambangan dan ekspor pasir laut juga telah menimbulkan sejumlah permasalahan.
Seperti, kerusakan ekosistem pesisir dan laut, kerusakan sumber daya perikanan tangkap dan perikanan budidaya, penggelapan volume dan harga pasir laut, penyelundupan pasir laut ke luar negeri, kegiatan penambangan pasir laut secara ilegal, eksploitasi pasir laut secara berlebihan, persaingan usaha secara tidak sehat.
Dengan dibukanya kembali ekspor pasir laut apakah dampak yang pernah terjadi pada masa lalu akan terulang? Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan punya jawabannya.
Kepada wartawan, Selasa (31/5/23) Menko Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan kebijakan Presiden Joko Widodo soal pengerukan dan ekspor pasir laut tidak akan merusak lingkungan. Hal itu karena didukung oleh teknologi. “Nggak dong (tidak merusak lingkungan). Semua sekarang karena ada GPS (Global Positioning System) segala macam, kita pastikan tidak,” ujarnya. (maspril aries)