Eduaksi

Suku Anak Dalam dulu Suku Kubu atau Orang Rimba (Bagian 2 - Habis)

Suku Anak Dalam yang sudah bermukim dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. (FOTO: Dok. Kecamatan Bayung Lencir)

KAKI BUKIT – Suku Anak Dalam adalah salah satu Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang ada di Indonesia. SAD dengan jumlahnya yang banyak berada di wilayah Provinsi Jambi. Sebagian dari mereka juga ada yang bermukim di wilayah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), diantaranya ada di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) dan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Dua daerah ini berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi.

Dulu sebelum disebut SAD komunitas ini disebut “Suku Kubu.” Menurut Sukendro dosen Universitas Jambi (Unja), “Kubu merupakan sebutan yang paling populer digunakan oleh terutama orang Melayu dan masyarakat Internasional. Kubu dalam bahasa Melayu memiliki makna peyorasi seperti primitif, bodoh, kafir, kotor dan menjijikkan. Sebutan kubu telah terlanjur populer terutama oleh berbagai tulisan pegawai kolonial dan etnografer pada awal abad ini.”

Kemudian pada masa Orde Baru oleh Departemen Sosial sebutan suku kubu diubah menjadi Suku Anak Dalam (SAD) yang memiliki makna orang terbelakang yang tinggal di pedalaman, karena itu dalam perspektif pemerintah, mereka harus dimodernisasikan dengan mengeluarkan mereka dari hutan dan dimukimkan melalui program pemberdayaan KAT.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Selain SAD, ada juga yang menyebutnya dengan “Orang Rimba.” Orang Rimba adalah sebutan yang digunakan oleh etnis ini menyebut dirinya. Arti dari Orang Rimba adalah menunjukkan jati diri sebagai etnis yang mengembangkan kebudayaan yang tidak bisa lepas dari hutan. “Sebutan ini adalah yang paling proporsional dan objektif karena didasarkan kepada konsep orang Rimba itu sendiri dalam menyebut dirinya,” tulis Sukendro dalam buku “Menilik Potensi Olahraga Suku Anak Dalam.”

Suku Anak Dalam sudah sejak ratusan tahun lampau hidup dan bermukim di dalam hutan, mereka hidup berpindah-pindah (nomaden) dengan pola hidup yang keras untuk bisa mempertahankan hidupnya, mereka harus mempunyai kondisi fisik yang kuat. Di Provinsi Jambi SAD bermukim di Taman Nasional (TN) Bukit 12, di TN Bukit 30 dan di sekitar Taman Nasional Berbak (TNB) terdapat Suku Anak Dalam yang jumlahnya belum diketahui.

Menurut Sukendro, terdapat tiga kategori kelompok pemukiman Suku Anak Dalam. Pertama, yang bermukim didalam hutan dan hidup berpindah-pindah. Kedua, kelompok yang hidup didalam untuk dan jenis peralatan yang digunakan dalam mendukung dalam proses hutan dan menetap. Ketiga, adalah kelompok yang pemukimnya bergandengan dengan pemukiman orang luar (orang kebiasaan).

Di Sumatera Selatan, Suku Anak Dalam adalah salah satu suku yang hidup dan menetap di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara). Di Kabupaten Muba di Kecamatan Bayung Lencir, SAD termasuk dalam kelompok ketiga yang sudah bermukim dan bergandengan suku lainnya.

Komunitas SAD yang sudah bermukim menetap dii Desa Pagar Desa. (FOTO: Dok. Kecamatan Bayung Lencir)

Desa Pagar Desa tempat bermukim SAD di Kecamatan Bayung Lencir terletak di tepi sungai Lalan. Jika ditempuh menggunakan perahu motor bermesin kecil (warga setempat menyebutnya ketek) dari jalan utama lintas Timur Sumatera atau Jalintim butuh waktu antara 1,5 jam sampai 2,5 jam.

Di desa ini Suku Anak Dalam sudah beradaptasi dengan budaya dan kehidupan masyarakat setempat. Sudah sejak pertengahan tahun 80-an Suku Anak Dalam sudah berbaur dengan masyarakat luar (pendatang).

Dengan membangun Taman Bacaan Masyarakat (TBM) bagi anak-anak Suku Anak Dalam di Desa Pagar dan Desa Pangkalan Bayat akan sangat membantu pendidikan dari anak SAD tersebut. Dari sebuah penelitian menyebutkan bahwa individu Suku Anak Dalam cenderung memaknai pendidikan dan bersekolah sebagai salah satu hal yang menyenangkan sekaligus menguntungkan.

Menurut anak-anak SAD dengan bersekolah maka akan mendapatkan makanan ataupun jajanan, bahkan program rekreasi atau berwisata yang diselenggarakan oleh sekolah menjadi salah satu faktor pendorong bagi Suku Anak Dalam untuk bersekolah.

Konstruksi makna pendidikan bagi anak-anak SAD adalah bahwa dengan mengikuti pelajaran di sekolah, mereka memiliki gambaran tentang cita-cita hidup seperti ingin menjadi seorang anggota Polri.

Membangun TBM seperti yang dilakukan Tim Penggerak PKK Bayung Lencir bersama PT Marga Bara Jaya berarti Pemerintah Kabupaten Muba telah ikut mendorong dan membuka akses pendidikan bagi anak-anak SAD, karena peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satunya adalah dengan pendidikan.

Pendidikan merupakan faktor terpenting untuk membangun Sumber Daya Manusia yang baik. Dan dunia kerja membutuhkan pendidikan. Melalui pendidikan yang diikuti anak-anak SAD maka terbuka pintu bagi mereka untuk memasuki dunia kerja. (maspril aries)

Berita Terkait

Image

Muba Bangunan Jalan Beton Hubungkan Empat Desa Rp60 Milyar

Image

Pj Bupati Muba Berperahu Beri Bantuan Korban Banjir di Sanga Desa

Image

Kabupaten Muba Jadi Obyek Penelitian Universitas Toyo

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA