Apa itu Cocopeat dan Cocofiber dari Muba (Bagian 2 - Habis)
KAKI BUKIT – Sejak zaman dahulu sudah banyak yang mengatakan, “Kelapa atau pohon kelapa itu dari akar sampai daunnya bisa dimanfaatkan dan jika diolah bisa memberikan nilai ekonomi.” Ini telah dibuktikan di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dari buahnya saja semuanya memiliki nilai ekonomi.
Ada dijual dalam bentuk buah kelapa bulat, ada yang diolah menjadi kopra, batoknya dimanfatkan menjadi arang dan sabutnya yang hanya dibuang sebagai limbah, teronggok menjadi sampah. Kini berkat sentuhan teknologi telah memberi manfaat dan memiliki nilai ekonomi, seperti yang ada di Kecamatan Lalan, Kabupaten Muba.
Di sana Penjabat (Pj) Bupati Muba Apriyadi Mahmud telah meresmikan beroperasinya pabrik pengolahan sabut kelapa untuk menjadi cocopeat dan cocofiber.
Untuk merealisasikan pemanfaatkan limbah sabut kelapa tersebut, Bupati Apriyadi pada Agustus 2022 melakukan studi pengolahan sabut kelapa ke perusahaan yang telah memproduksi hilirisasi dari kelapa khususnya sabut kelapa yang ada di Provinsi Lampung.
Dari kunjungannya ke PT Mahligai Indococo Fiber (MIF) di Lampung tersebut Apriyadi ingin pabrik pengolahan sabut kelapa juga ada di Muba. Apriyadi dengan menggandeng PT MIF mendirikan pabrik pengolahan sabut kelapa di Kecamatan Lalan yang merupakan daerah sentra penghasil kelapa di Muba dan selama bertahun-tahun limbah sabut kelapa di sana hanya dibuang dan teronggok menjadi sampah.
Kini telah berdiri di Kecamatan Lalan pabrik pengolahan sabut kelapa yang menghasilkan cocopeat dan cocofibre. Dari limbah sabut kelapa yang banyak terbuang di daerah-daerah sentra penghasil kelapa di Indonesia kini ada banyak program diversifikasi yang berasal dari sabut kelapa. Ada yang namanya seperti cocofibre, cocopeat , cocomesh, cocopot, coco fiber board dan cococoir.
Semua produk dari turunan sabut kelapa tersebut bisa dihasilkan dari pengolahan dengan teknologi tepat guna sampai teknologi canggih yang semuanya memberikan nilai tambah bagi masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.
Dari pengolahan dengan teknologi di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tepatnya di Kecamatan Lalan, sabut kelapa yang selama ini bertahun-tahun teronggok sebagai limbah atau sampah kini dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi cocopeat dan cocofibre.
Menurut Putu Ananta Widhia Dharma dan kawan-kawan dalam “Kajian Pemanfaatan Limbah Sabut Kelapa Menjadi Larutan Mikroorganisme Lokal,” (2018), sabut kelapa merupakan limbah pengolahan kelapa yang paling tinggi persentasenya, saat ini sabut kelapa diolah menjadi cocofiber dan cocopeat.
Cocofiber adalah serat sabut kelapa yang panjang dan kuat yang dimanfaatkan untuk produksi jok mobil, keset, dan sebagainya. Cocopeat adalah sisa serat pendek dan debu yang digunakan sebagai media tanam.
Cocopeat atau serbuk sabut dan cocofibre atau serat sabut menurut I Dewe Ketut Anom dalam “Inovasi Teknologi Konversi Serabut Kelapa Menjadi Kasur Bahan Alam” (2022), komposisi kimia serbuk kelapa (cocopeat) bobot kering terdiri dari air 26,00 persen, pektin 14,25 persen, hemiselulosa 8,50 persen, selulosa 29,23 persen dan lignin 21,07 persen.
Kemudian komposisi kimia serat serabut kelapa (cocofibre) bobot kering adalah air sebanyak 5,25 persen, pektin 3,00 persen, hemiselulosa 0,25 persen, selulosa 45,84 persen dan lignin 43,44 persen.
Untuk mendapatkan cocofiber dan cocopeat tersebut dibutuhkan mesin pengolah sabut kelapa. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk merancang dan membuat alat yang dapat menguraikan sabut kelapa menjadi cocofiber dan cocopeat. Di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin mesin pengolah sabut kelapa tersebut telah tersedia, kini warga di sana bisa menikmati nilai ekonomi sabut kelapa yang selama ini hanya dianggap sampah atau limbah. (maspril aries)