Olahraga

Suporter Sepak Bola dan Hooliganisme

Hooligan (ilustrasi). (FOTO : AP/Tony Valdez)

KAKI BUKIT – Peristiwa yang terjadi di stadion Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober 2022 adalah lembaran gelap sepak bola Indonesia dan dunia yang terus tercatat dan diingat. Di sini 131 orang korban suporter Aremania meninggal dunia usai pertandingan kompetisi Liga Indonesia 1 antara Arema FC melawan Persebaya.

Pemerintah telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan Polisi telah menetapkan enam orang tersangka. Pemerintah melalui Menteri BUMN Erick Thohir sudah menyambangi Presiden FIFA, dan sudah menjelaskan peristiwa di stadion Kanjuruhan. Tak ada sanksi dari FIFA (Federasi Sepak Bola Dunia ) atas peristiwa tersebut.

FIFA bersama pemerintah juga termasuk AFC dan PSSI akan melakukan transformasi sepak bola Indonesia. Ada lima poin transformasi sepak bola tersebut yang akan dikerjakan bersama.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam surat FIFA yang dikirim kepada Presiden Joko Widodo, pada poin ketiga menyebutkan, “Suporter harus menjadi bagian dari pada transformasi. Sebab, suporter juga harus sportif, tidak saling menyalahkan. Dengan sosialisasi dan peran serta suporter dan klub sepak bola, diharapkan ekosistem sepak bola Indonesia bisa lebih baik.”

Harapan dari pertemuan Erick Thohir dengan Presiden FIFA Gianni Infantino bisa mendorong transformasi sepak bola di Indonesia. Dalam Instagram @erickthohir menulis, “Ada dua bagian penting yang tidak terpisahkan dalam sepak bola: pemain dan suporter. Tanpa suporter, pertandingan sepak bola bisa menjadi hambar. Seperti sayur tanpa garam. Kehadiran mereka dapat memberi semangat dan motivasi bagi kesebelasan yang bertanding.”

Menurut Erick Thohir, “Karena itu suporter juga menjadi elemen yang menjadi perhatian utama dalam transformasi sepak bola kita. Tragedi Kanjuruhan bisa menjadi titik balik untuk memperbaiki sepak bola kita. Sama seperti Inggris menjadikan tragedi Heysel dan Hillsborough untuk mereformasi pengelolaan sepak bola mereka.”

Belajar dari sepak bola dan suporter di Inggris memang pasca tragedi Heysel dan Hillsborough, Pemerintah Inggris dan asosiasi sepak bola Inggris FA melakukan tranformasi memperbaiki tata kelola sepak bola di Inggris.

Berbeda antara Inggris dan Indonesia dalam penanganan pasca tragedi Heysel yang merenggut nyawa 39 orang suporter meninggal dunia pada final Piala Champions 1985 antara Liverpool melawan Juventus. Usai peristiwa tersebut, pada 2 Juni 1985, UEFA (Federasi Sepak Bola Eropa) atas desakan Perdana Menteri Inggris saat itu Margareth Thatcher yang meminta agar tim-tim dari Inggris dilarang berlaga di Eropa, Meminta UEFA mengeluarkan larangan bertanding untuk seluruh klub Inggris dalam jangka waktu yang tak ditentukan.

Empat hari kemudian FIFA pun bersikap mengeluarkan keputusan menghukum memberlakukan lockdown pada tim-tim asal Inggris melarang bertanding di seluruh dunia. Klub Liverpool sendiri dihukum, enam tahun tidak boleh berkompetisi di Piala Champions (sekarang Liga Champions Eropa).

Saat itu Perdana Menteri Margareth Thatcher sangat gembira dengan larangan dari UEFA dan FIFA tersebut. Menurut Thatcher, hooliganisme seperti penyakit menular yang harus dikarantina dan keputusan untuk melarang klub Inggris berkompetisi di Eropa bagi Thatcher adalah yang terbaik.

“Kita harus membersihkan olahraga ini dari aksi kekerasan di rumah kita sendiri kemudian mungkin kita bisa kembali melanglang buana seperti sedia kala,” katanya. Perdana Menteri Thatcher juga meminta agar aparat kepolisian memiliki satuan khusus untuk menangani suporter

Setelah sanksi dari UEFA dan FIFA dicabut pada 1990 dan 1991, transformasi wajah sepak bola Inggris pun berubah. Polisi Inggris sangat aktif dalam memantau pergerakan suporter sehingga potensi kekerasan dalam suporter bisa diantisipasi lebih dini. Kemudian sistem pengamanan stadion lebih diperketat.

Imbas lockdown terhadap klub-klub asal Inggris tersebut, klub-klub mulai berbenah dengan memperhatikan suporternya. Beberapa klub mulai menerapkan kartu pengenal bagi para suporter-nya.

Berita Terkait

Image

Rasisme Sepak Bola Eropa ada Mesut Ozil dan Dani Alves

Image

Rasisme Menerpa Sepak Bola Indonesia

Image

Kandas Mimpi Datuk Talangik pada Piala Dunia U-20

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA