Buku Pertama tentang Sejarah Parlemen di Sumsel
KAKI BUKIT – Semangat dan usaha yang gigih dari seorang wartawan Dudy Oskandar untuk melahirkan sebuah buku tentang sejarah parlemen di Sumatera Selatan (Sumsel) telah berbuahkan hasil. Pada awal Maret 2023 telah terbit sebuah buku berjudul “Sejarah DPRD Sumatera Selatan: Tiga Masa Menjaga Pembangunan di Bumi Sriwijaya.”
Buku yang diterbitkan Sekretariat DPRD Provinsi Sumsel ini ditulis Dudy Oskandar atau Doedy bersama Sejarawan FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri) Dedi Irwanto menjadi buku pertama yang merangkum sejarah DPRD atau parlemen Sumatera Selatan.
“Selama ini belum ada dokumentasi atau buku sejarah tentang parlemen khusus DPRD Sumsel. Berbekal berbagai arsip yang masih ada di perpustakaan DPRD Sumsel dan beberapa perpustakaan lainnya, kami mencoba merangkai perjalanan panjang parlemen di Bumi Sriwijaya,” kata Doedy, Kamis (2/3).
Saat datang ke rumah mengantarkan buku dengan tebal 254 halaman, Doedy yang menjadi wartawan di sebuah media online berharap buku ini bisa menjadi referensi dan memberi nilai manfaat bagi siapa pun yang ingin tahu atau mempelajari tentang politik dan pemerintahan khususnya tentang parlemen di Sumsel sejak zaman kolonial sampai sekarang.
Seperti kata penulisnya, buku ini bertujuan mendokumentasikan memori institusi DPRD Provinsi Sumatera Selatan sekaligus memperkaya kehadiran referensi pengetahuan tentang sejarah politik yang kaya dengan muatan lokal atau kedaerahan.
Benar adanya, buku ini memperkaya pengetahuan atau informasi bagi siapa saja yang membacanya. Tidak semua kita tahu, atau baru tahu setelah membaca buku ini, bahwa DPRD di Sumsel (baca parlemen) di daerah ini sudah sangat panjang, mulai dari masa kolonial Belanda. Tentang cikal bakal DPRD yang bermula dari dibentuknya Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), di pusat/ Jakarta ada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Waktu itu dibentuk KNID Keresidenan Palembang.
Buku ini mencatat sejarah DPRD atau parlemen di Sumsel dari masa ke masa. Buku ini dapat dikatakan sebagai buku sejarah karena disusun dan ditulis berdasarkan metodologi metode sejarah. Tahapan metodologi yang dilakukan dalam penulisan buku diantaranya dengan pengumpulan data atau heuristik yang digabungkan dengan teknik riset kepustakaan, dokumentasi dan arsip serta artefak.
“Kami juga melakukan penelitian lapangan dan wawancara dengan mantan anggota DPRD dan mereka yang mengetahui sejarah DPRD Sumsel. Juga menggunakan artikel dari surat kabar yang terbit tahun 1950 – 1960-an di Palembang,” kata Doedy.
Yang menarik dari buku “Sejarah DPRD Sumatera Selatan: Tiga Masa Menjaga Pembangunan di Bumi Sriwijaya” adalah informasi atau sejarah tentang parlemen pada masa kolonial Belanda. Ada 10 halaman menerangkan parlemen yang ada di Sumsel (Palembang) pada masa penjajahan tersebut.
Parlemen Zaman Kolonial
Menurut Dudy Oskandar dan Dedi Irwanto, ada dua cikal bakal dewan di Sumsel pada masa kolonial. Pertama, Gemeenteraad (dewan kota) yang sudah ada sejak tahun 1906 yang lingkup kerjanya Palembang. Kedua, Groepsgemeenschap (atau Palembang Raad) dibentuk 1940 dengan lingkup kerjanya meliputi seluruh Keresidenan Palembang (atau Provinsi Sumatera Selatan sekarang).
Gemeenteraad Palembang tahun 1906 beranggotakan 13 orang yang diangkat berdasarkan pemilihan. Delapan anggota dari Eropa, tiga orang dari Bumiputera dan dua anggota dari Timur Asing. Gemeenteraad ini bertugas cukup lama sampai tahun 1919. Kemudian berdasarkan Staatsblad No.138 tahun 1919 terjadi pergantian anggoat Gemeenteraad.
Dengan terbentuknya Keresidenan Palembang tahun 1940, kemudian sejak 1 Januari 1941 dibentuk Groepsgemeenschap (atau Palembang Raad). Palembang Raad ini beranggotakan 39 orang, terdiri dari sembilan orang Belanda (Eropa), 22 orang bumiputera dan tiga orang asing.
Tiba masa penjajahan Jepang, pada 8 November 1943 dibentuk Shu Sangi-kai yang mirip Palembang Raad berjumlah 26 orang anggota yang diketuai gubernur militer (Bun-shu-tjo) dengan anggota tokoh masyarakat Bumiputera dengan masa jabatan 1943 – 1945. Diantaranya tercatat nama AK Gani yang menjabat Wakil Ketua Shu Sangi-kai, dr Mohamad Isa dan Ir Ibrahim Zahir (arsitek pendiri pabrik Pupuk Sriwidjaja/ Pusri).