Ada Tenun Serat Nanas Prabumulih dengan ATBM Pertamina
KAKI BUKIT – Prabumulih adalah kota yang berjarak sekitar 100 km dari Palembang, butuh waktu sekitar dua jam untuk tiba di kota yang termasuk salah satu daerah penghasil minyak dan gas (migas) di Sumatera Selatan (Sumsel).
Namun dengan mulai beroperasinya jalan tol Palembang – Indralaya – Prabumulih maka jarak dan waktu tempuh pun dipangkas, hanya butuh waktu sekitar satu jam sudah tiba di kota yang kerap dijuluki kota nanas. Setiap singgah dan berkunjung ke kota ini akan melihat tugu buah nanas, maka Prabumulih kerap disebut “kota nanas.”
Menurut data statistik yang termuat dalam “Kota Prabumulih dalam Angka 2023” produksi nanas dari daerah ini pada 2022 sebanyak 54.260 kuintal. Jumlah itu menurun dibanding produksi tahun 2019 yang mencapai 71.407 kuintal. Dengan jumlah produksi yang banyak tersebut, pernahkah terlintas di benak, berapa besar jumlah limbah yang dihasilkan dari hasil panen tanaman nanas tersebut?
Berdasarkan data lama, Indonesia adalah produsen nanas terbesar keenam di dunia. Tahun 2010 – 2011 luas area perkebunan nanas di Indonesia adalah 20 ha dengan produksi nanas sebesar 1390,38 ton dalam setahun. Tanaman nanas bisa dipanen setiap tiga bulan, bisa dibayangkan berapa banyak jumlah limbah daun nanas menumpuk.
Besarnya produksi buah nanas tersebut mengakibatkan juga besarnya limbah dari buah nanas yaitu daun nanas yang terbuang dan tidak termanfaatkan. Bagaimana cara mengatasi dan memanfaatkan limbah daun nanas tersebut sehingga bisa memberi nilai tambah? Yang dikenal selama ini, limbah daun nanas ini diolah menjadi serat melalui proses ekstraksi. Serat-serat ini dimanfaatkan sebagai bahan utama produk fashion, apparel, dan komponen otomotif di Indonesia.
Menurut P Hidayat dalam “Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas sebagai Alternatif Bahan Baku Tekstil” (2008), serat daun nanas (pineapple-leaf fibre) adalah salah satu jenis serat yang berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun tanaman nanas.
Tanaman nanas yang juga mempunyai nama lain, yaitu Ananas cosmosus, (termasuk dalam family Bromeliaceae), pada umumnya termasuk jenis tanaman semusim. Serat daun nanas menjadi salah satu alternatif serat tumbuhan yang dapat dimanfaatkan menjadi benang untuk tenun karena serat daun nanas memiliki ketebalan antara 0,18 – 0,27 cm.
Besarnya produksi buah nanas mengakibatkan juga besarnya limbah dari buah nanas yaitu daun nanas, sehingga pemanfaatan daun nanas menjadi benang kain ini dapat membantu mengurangi limbah dari buah nanas. Selain buahnya, daun nanas memiliki serat yang kuat dan terindah yang dihasilkan oleh alam nabati.
Menurut Samsul Hidayat dalam “Eksperimen Pengolahan Serat Nanas Dan Katun Sebagai Elemen Hias” (2005), secara garis besar bahan baku serat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu: serat alam (natural fiber), serat ini didapatkan dari tumbuhan, binatang (protein), dan pertambangan. Serat buatan (man- made fiber), serat yang terjadi karena usaha manusia untuk melakukan pembentukan.
Indonesia merupakan suatu negeri yang kaya akan sumber-sumber alam seperti tumbuhan, binatang, maupun hasil pertambangan, ketiga bahan tersebut jika diolah akan dapat menjadi bahan baku tekstil.
Serat alam yang berasal dari tumbuhan masih dapat dibagi lagi yaitu: serat biji, serat buah, serat batang, dan serat daun. “Serat nanas termasuk dalam serat daun, serat ini pada jaman dulu sudah dipergunakan untuk membuat tali dadung,” tulis Samsul Hidayat.
Seiring dengan perkembangan tekstil serat nanas sudah mulai digunakan sebagai bahan baku kain tekstil. Akan tetapi proses pembuatannya memakan waktu lama sehingga manjadikan kainnya mahal. Dalam proses pembuatan kain serat nanas hanya digunakan sebagai pakan saja karena memiliki panjang terbatas dan terlalu keras. Hal itu menimbulkan pemikiran untuk menggunakan bahan lain yaitu benang katun yang bisa dijadikan sebagai lusi atau lungsi ada juga menyebut lungsin.
Teknik Tenun
Tenun sendiri adalah salah satu teknik pembuatan kain tradisional yang menjadi salah satu teknik pembuatan sederhana yang sudah dikenal sejak lama pada beberapa daerah di Indonesia. Teknik pembuatan kain dengan cara tenun pada umumnya dilakukan dengan menggabungkan dua buah serat. Pada akhirnya gabungan antara dua buah serat tersebut dapat menjadi sebuah kain.
Untuk memproduksi kain dengan cara ditenun tersebut, di Indonesia sendiri terdapat dua macam proses penenunan yaitu tenun dengan menggunakan mesin yang biasa disebut Alat Tenun Mesin (ATM) dan tenun tanpa menggunakan mesin atau biasa disebut Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Mengutip D Zumar dalam “Tenun Tradisional Indonesia” (2007), benang tenun merupakan bahan utama yang harus disediakan sesuai dengan hasil tenun yang diinginkan. Benang ini dihasilkan dari bahan-bahan serat alami yang mudah diperoleh di daerah masing-masing karena negara kita beriklim tropis. Jenis serat yang dulu banyak digunakan untuk menghasilkan benang tenun adalah serat nanas. Pada masyarakat suku Dayak di pedalaman Kalimantan, serat ini diolah menjadi benang.