Politik

Ada Amplop Politik dan Anomali Demokrasi di Pilkada Sumsel

Ade Indra (kanan) pengamat politik menjadi pembaca pada diskusi Pilkada oleh Relung Forum. (FOTO: D Oskandar)
Ade Indra (kanan) pengamat politik menjadi pembaca pada diskusi Pilkada oleh Relung Forum. (FOTO: D Oskandar)

KINGDOMSRIWIJAYA, Palembang – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 telah berakhir, sudah banyak Komisi Pemilihan Umum (KPU) ketok palu mensahkan pasangan pemenang Pilkada termasuk di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Berakhir bukan berarti tidak ada geliat wacana tentang pelaksanaan Pilkada di daerah ini.

Adalah Relung Forum bertempat di di Kawan Ngopi Cafe akhir pekan ini menggelar diskusi bertema “Hegemoni Herman Deru, Anomali Mawardi Yahya, dan Sensasi Eddy Santana di Pilgub Sumsel 2024” dengan menghadirkan nara sumber pengamat politik Ade Indra Chaniago yang juga kandidat doktor pada Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), praktisi hukum Mualimin Pardi dan influencer Maria.

Dalam diskusi para pembicara menyoroti masifnya praktik politik uang menjelang hari pemilihan. Menurut Ade Indra Chaniago, peredaran amplop pada masa tenang sangat masif. Hal ini terlihat dari perubahan signifikan hasil survei sebelum Pilkada dibandingkan dengan hasil quick count.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Saya terkejut ketika pasangan calon nomor 01 berdasarkan hasil quick count mencatatkan kemenangan hingga 73 persen. Di benak saya langsung terlintas bahwa ada banyak amplop yang beredar di masyarakat. Fenomena inijuga ramai diperbincangkan di media sosial”, kata Ade Indra yang juga pengajar pada sebuah perguruan tinggi.

Masifnya praktik politik amplop menurut Ade, juga disebabkan oleh sikap apatis masyarakat yang enggan peduli terhadap persoalan yang terjadi selama Pilkada. “Banyak masyarakat yang berpura-pura tidak tahu, sehingga praktik ini menjadi mudah dilakukan. Yang tercipta selama pilkada adalah demokrasi berbasis 'terima kasih'. Calon memberikan amplop, masyarakat memberikan suara” ujarnya.

Praktisi hukum Mualimin Pardi Dahlan menilai, masyarakat belum memahami bahwa politik uang adalah pelanggaran hukum serius. “Fenomena ini berubah menjadi perlombaan antar-warga untuk membandingkan isi amplop. Bagi masyarakat, ini menjadi ajang kompetisi, di tempat ini amplop berisi Rp50 ribu, di tempat lain Rp100 ribu. Mereka tidak sadar bahwa ini adalah persoalan hukum”, ujarnya.

Berita Terkait

Image

Mendagri Perpanjang Masa Jabatan Apriyadi Sebagai Pj Bupati Muba

Image

Teddy Meilwansyah dari Kursi Plh Bupati ke Kursi Penjabat Bupati OKU

Image

Apriyadi Kepala Desa yang Jadi Pj Bupati Muba

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA